PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Keberhasilan Muhammad dalam membangun peradaban dunia dan
kemudian ditambah lagi dengan kegemilangan generasi para sahabat yang
mewariskan sistem dan nilai luhur saat tampil memegang tongkat kepemimpinan
setelahnya merupakan torehan sejarah yang layak dicatat dengan tinta emas.
Khulafaur Rasyidin adalah bukti dari suksesnya pewarisan
sistem dan nilai tersebut, wafatnya nabi tidak serta-merta menjadikan islam
kehilangan mercusuar peradabannya karena memang risalah ilahiyah ini tidak
pernah bergantung pada satu namapun.
Ditangan empat khalifah yang pertama inilah islam telah
mencapai puncak kejayaannya. Sebuah prestasi yang belum berulang dua kali
sampai hari ini. Hingga suatu hari datang dan merebaknya fitnah yang disulut
oleh kedengkian musuh-musuh islam.
Berikut ini adalah beberapa tema sederhana yang berkaitan
langsung dengan sejarah kepemimpinan dua khalifah terakhir yakni Utsman bin
‘Affan dan ‘Ali bin Abi Thalib.Kami ketengahkan ini agar menjadi daya rangsang
guna menggali dan mengkaji makna kebijakan dari pejalanan kepemimpinan beliau
berdua. Maka kami memberi wawasan lebih luas tentang bagaimana peradaban pada
masa kholifah Ustman dan Ali dalam tugas ini kami akan memperjelas apa saja
hal-hal yang dilakukan oleh kholifah Ustman bin Affan dan Ali bin Abi Tholib
dalam memajukan Islam dan kita bisa sama-sama saling membuka mata hati dan
fikiran untuk melihat masihkah ada pemimpin yang kedermawanannya sama dengan
Ustman bin Affan dan berjiwa panglima seperti Ali bin Abi Tholib, maka dari itu
kami membuat makalah yang berisikan tentang peradaban Islam pada masa Ustman
bin Affan dan Ali bin Abi Tholib.
Sehingga, siapapun
akan bisa mereguknya untuk kemudian diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Apalagi sejarah yang kita selama ini adalah tampak perjalanan dua pribadi agung
yang langsung berinteraksi dengan Rasulullah. Mereka adalah orang-orang yang
pertama sekali merasakan manisnya cucuran hidayah dan kemudian berbuah prilaku
yang baik dan elegan.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana peradaban
pada masa Ustaman bin Affan?
2. Bagaimana peradaban pada masa Ali
bin Abi Thalib?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui peradaban pada
masa Ustman bin Affan
2.
Untuk mengetahui
peradaban pada masa Ali bin Abi Tholib
BAB II
PEMBAHASAN
A.
USTMAN BIN AFFAN
1.
Kelahiran Ustman Bin Affan
Ustman merupakan
kholifah ketiga dan sahabat yang sangat berjasa pada periode awal perkembangan
Islam, baik pada saat Islam dikembangkan secara sembunyi-sembunyi maupun
terbuka.[1]
Nama lengkapnya Utsman bin Affan bin Abi Ash bin Umayyah bin Abd Syams bin Abd
Manaf, biasa dipanggil Abu Abdillah dan digelari Dzu
An-Nurain (pemilik dua cahaya)
karena ia menikahi dua putri Rasulullah SAW. Ia lahir di Makkah lima tahun
sesudah kelahiran Rasulullah SAW atau lima tahun setelah peristiwa pasukan
gajah yang menyerang Ka’bah. Ia mengingkarkan diri masuk Islam di hadapan Nabi
setelah ia diajak masuk Islam oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq.[2]
Sebelum masuk
Islam, Ustman bin Affan dikenal sebagai pedagang besar dan terpandang.
Kekayaannya berlimpah ruah. Setelah masuk Islam, dengan penuh kerelaannya, ia
menyerahkan sebagian besar harta kekayaannya untuk perjuangan Islam dan
merelakan orang-orang miskin dan yang teraniaya. Adapun dalam kehidupan
kesehariannya, ia selalu hidup sederhana. Dengan hal ini, jelaslah bahwa pada
diri Ustman terdapat jiwa-jiwa sufi yang tidak tertarik pada kegemerlapan
kekayaan dan kesenangan duniawi.[3]
Ketika setelah masuk Islam, pamannya
mengikatnya dengan tali sambil berujar,”Apakah kamu masih menyukai agama moyangmu
setelah kamu menganut agama barumu ini? Demi Allah, aku tidak akan melepaskanmu
sebelum kamu keluar dari agama barumu itu. “Demi Allah, aku sama sekali tidak
akan keluar dari agama baruku ini,”jawab Ustman dengan tegas. Akhirnya,
pamannya putus asa dan membiarkan Ustman memeluk agama Islam. Beliau termasuk diantara sepuluh para sahabat yang
mendapat kabar gembira akan masuk syurga dan mati syahid.[4]
2. Proses Pengangkatan Kholifah Ustman bin Affan
Sebelum meninggal, Umar telah
membentuk 3 calon pengantinya yaitu Ustman, Ali dan Saad bin Abi Waqqash dalam
pertemuan dengan pertemuan secara pergantian Umar berpesan agar penggantinya
tidak mengangkat kerabat sebagai pejabat. Disamping itu, Umar telah membentuk
dewan Formatur yang bertugas memilih penggantinya kelak yang berjumlah 6 orang
yaitu Ali bin Abi Thalib, Usman bin Affan, Sa’ad bin Abi Abi Waqqash, Abdul
Rahman bin Auf, Zubair bin Awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah.
Melalui proses yang panjang maka
terpilihlah Ustman sebagai khalifah. Ustman bin Affan menjabat sebagai
khalifah selama 12 tahun (24-36 H/644-656 M). dan masa kekhalifannya tersebut
termasuk yang paling lama apabila dibandingkan dengan khalifah lainnya.[5]Pada
masa kekhalifannya langkah yang diambil Ustman adalah :
- Perluasan wilayah
Pada masa khalifah Ustman, pertama kali dibentuk
angkatan laut untuk menyerang daerah kepulauan yang terletak di laut tengah.
Pada masa Ustman, dibangun kapal-kapal perang sehingga dapat menaklukam
beberapa pulau. Perluasan wilayah Islam telah mencapai Asia dan Afrika,
seperti daerah herat, Kabul, Ghazni, dan Asia Tengah, juga Armenia,
Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian yang tersisa dari Persia dan berhasil
menumpaskan pemberontakan yang dilakukan orang Persia.[6]
2. Sosial budaya
Membangun bendungan besar untuk mencegah banjir dan
mengatur pembagian air ke kota. Membangun jalan, jembatan, Masjid, rumah
penginapan para tamu dalam berbagai bentuk, serta memperluas Masjid Nabi di
Madinah.[7]
3. Mengganti para gubernur yang banyak terdiri dari
kalangan bani umayyah (keluarganya)
Pada masa jabatan Umar, dalam 6 tahun pertama berjalan
dengan baik. Namun, pada pertengan kedua pemerintahan Usman retak dan ditimpa
perpecahan ini disebabkan karena kebijaksanaan Usman dalam mengganti para
gubernur yang diangkat oleh Umar. Penggantinya lebih banyak dari kalangan
keluargabani Umayyah (nepotisme).
Ada beberapa bukti yang menyatakan bahwa kebijakan
Usman dalam mengangkat para pejabat adalah secara nepotisme. Diantaranya :
1. Khalifah Ustman menggantikan Sa’ad bin Abi
Waqash dari jabatannya sebagai gubernur Kufah dan menggantikannya dengan Walid
bin Uqbah yaitu saudae se-ibu khalifah Usman.
- Khalifah Ustman mengganti Abu Musa Al’Asy’ari dari jabatanya sebagai gubernur Basrah dan menggantikannya dengan Abdullah bin Amir yaitu anak pamannya Usman.
- Khalifah Ustman mengganti Amru bin ‘Ash dari jabatannya sebagai gubernurMesir dan mengantinya dengan Abdullah bin Sa’ad bin Abi sarah yaitu saudara sepersusuannya.
- Khalifah Ustman mengangkat Marwan bin Hakam sebagai sekretaris Khalifah, ia adalah seorang tokoh bani Umayyah yang sangat fanatik terhadap keturunannya.
- Khalifah Ustman, sering membelanjakan uang khas baitul Al-Mal secara boros tanpa perhitungan untuk kepentingan orang-orang dari golongan Bani Umayyah.
4. Pedenewanan dan penetapan Mushaf Ustmani
Umat Islam pada pemerintahan Ustman, tinggal dalam
wilayah yang luas dan terpencar-pencar. Sehingga, penduduk masing-masing daerah
tersebut membaca Ayat-ayat Al-Qur’an menurut bacaan yang mereka pelajari dari
tokoh-tokoh sahabat yang terkenal di wilayah mereka.
1. Di Syria,
masyarakat membaca Al-Qur’an menurut bacaan Ubay bin Ka’ab.
2. Di kufah,
penduduk membaca Al-Qur’an menurut bacaan Abdullah bin Mas’ud.
Persoalan timbul karena tidak jarang terdapat
perbedaan bacaan di antara mereka, bahkan perbedaan tersebut menimbulkan
perselisihan di kalangan umat manusia.Untuk mengatasi persoalan tersebut
khalifah Usman membentuk sebuah tim yang bertugas untuk menyalin dan membukukan
(kodifikasi) ayat-ayar Al-Qur’an kedalam satu mushaf resmi yang di ketuai oleh
Zaid bin Tsabit.
Mushaf tersebut di buat lima buah. Empat buah
dikirimkan ke wilayah Mekkah, Syiria, Kuffah, Bashrah dan satu tinggal di
Madinah. Mushaf hasil kerja dari tim kodifikasi Al-Qur’am pada masa
Khalifah Usman yang tinggal di Madinah disebut dengan mushaf Al-Imam atau
mushaf Usmani. Bahkan Al-Qur’an yang sampai kepada kita sekrang adalah
berpesoman pada mushaf al-Imam ini.[8]
Adapun
metode dakwah Ustman adalah :
- Berdakwah dengan melaksanakan tugas kekhalifahan yang di amanahkan secara maksimal.
- Meneruskan dakwah para pendahulunya yaitu Rasulullah, Abu bakar, dan Umar.
- Berdakwah dalam bingkai Al-Qur’an dan sunnah.
- Megikuti tradisi baik yang sudah ada.
- Tidak mendahulukan hukuman dalam mendidik rakyat.
- Mengajak rakyat agar hidup zuhud.
Program kerja diatas sesuai dengan pidato beliau di
hadapan pubilk setelah beliau di bai’at menjadi khlalifah yang ketiga.[9]
3. Tragedi Perang Pada Pemerintahan Utsman bin Affan dan
Wafatnya
Pada
saat pemerintahan Utsman bin Affan, ada peristiwa peperangan yang terjadi,
yaitu perang dinamakan “Perang Zatis Sawari” atau nama lain dari “Perang
Tiang Kapal”, yaitu suatu peperangan di tangah lautan yang belum pernah
dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW., Khalifah Abu Bakar, dan Umar. Disebut dengan
Perang Zatis Sawari, karena pada perang tersebut dilakukan di Laut Tengah
dekat kota Iskandariyah antara tentara Romawi yang dalam pimpinan Khaisar
Constantine dan laskar kaum muslimin dalam pimpinanya Abdullah bin Abi Sarah
yang membawa pasukan umat islam kurang lebih sebanyak 200 kapal.
Setelah melewati masa dengan berbgaai prestasi, pada
titik terakhir Khalifah Utsman menghadapi pemberontakan dan pembangkangan di
dalam dan di luar negri. Pemberontakan yang di dalam negri itu lebih
terpusat pada kebijakan-kebijakan Khalifah yang nepotis, harta kekayaan umum
yang hanya berputar pada kalangan keluarga dan sikapnya yang tidak tegas
terhadap sahabat utama. Adapun di luar negri, pemberontakan lebih banyak berasal
dari negri-negri yang ditaklukan, seperti Romawi dan Persia yang menambah
dendam dan sakit hati karena sebagian wilayahnya telah diambil oleh kaum
muslimin. Selain itu juga fitnah yang disebarkan oleh orang Yahudi dari suku
Qainuqa dan Nadhir serta Abdullah bin Saba. Pemberontakan dan pembangkangan
yang terjadi ini menyebabkan tewasnya Khalifah Utsman pada tahun 35 H.
B. Ali Bin Abi Tholib
1. Kelahiran Ali Bin Abi Tholib
Ali merupakan khalifah keempat dari Al-Khulafa’ Ar-Rasyidun( empat
khalifah besar) orang yang partama masuk Islam dari kalangan anak-anak, sepupu
Nabi Muhammad SAW yang kemudian menjadi menantunya. Ayahnya, Abu Thalib bin
Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abd Manaf adalah kakek kandung ayah Nabi Muhammad
SAW Abdullah bin Muthalib. Ibunya bernama Fatimah binti As’ad bin Hasyim bin
Abd Manaf. Sewaktu lahir, ia diberi nama Haidarah oleh ibunya. Nama itu
kemudian diganti ayahnya dengan Ali.[10]
Nama lengkapnya adalah Ali Bin Abi Tholib Ibn Abdul Mutholib Ibn
Hasyim Al-Quraisyi Al-Hasyimi, biasa dipanggil Abu Hasan. Rasulullah
memanggilnya Abu Turab. Ia lahir di Makkah 32 tahun setelah kelahiran
Rasulullah atau 10 tahun sebelum bi’tsah (pengangkatan sebagai rosul). Ali adalah putra paman Nabi. Ia berwajah
tampan, warna kulitnya coklat, kepala bagian depannya botak, matanya lebar dan
kedua tangannya kekar, badannya gemuk, tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu
pendek, dan murah senyum.[11]
Ali dikenal sangat sederhana dan Zahid dalam kehidupan rumah tangganya
antara sebelum dan sesudah diangkat sebagai khalifah, sehingga diriwayatkan
bahwa ketika sahabat lain berkata kepadanya, “Mengapa khalifah senang memakai
baju itu, padahal sudah robek-robek?” Ali menjawab “Aku senang memakainya agar
menjadi teladan bagi orang banyak
sehingga mereka mengerti bahwa hidup sederhana marupakan sikap yang mulia.”
Sikap dan pertanyaan inilah yang menandakan dirinya sebagai seorang sufi.[12]
Ia sama sekali tidak tercemari dengan noda-noda jahiliyah. Ia adalah
anak kecil yang mula-mula masuk islam, tepatnya dua hari setelah Rasulullah SAW
menerima wahyu. Saat itu ia baru berusia 10 tahun. Ia adalah orang pertama yang
mengorbankan dirinya demi memperjuangkan agama islam. Pada malam hijrah, Rasulullah
SAW menugasinya untuk tidur di tempat tidur
Beliau. Ia ditugaskan Nabi untuk mengembalikan barang-barang kepada
orang-orang musyrik pada pagi harinya.
Nabi SAW mempersaudarakan Ali dengan Sahl bin Hanif. Ia mengikuti semua
peperangan bersama Rasulullah, kecuali perang Tabuk. Saat itu, Nabi manugasinya untuk menggantikan beliau di
Madinah. Kemudian orang-orang munafik mengejeknya, lalu ia menghadap Nabi
sambil berkata,” Wahai Rasulullah, apakah aku juga ditugaskan untuk menjaga
kaum wanita dan anak-anak?”Nabi menjawab,”Apakah kamu tidak rela kedudukanmu
kepadaku bagaikan kedudukan Harun kepada Musa? Sayang sekali tidak
ada lagi nabi sesudahku.” (HR. Muslim).
Rasulullah menikahkan Ali dengan putri Beliau, Fatimah, pada tahun 2 H.
Ali tidah menikah dengan wanita lain sampai Fatimah meninggal, 6 bulan pasca
wafatnya Rasulullah.Ia termasuk salah satu diantara sahabat yang dibarikan nabi
masuk surga. Ia pernah ditugaskan untuk membawa panji Rasulullah dalam berbagai
peperangan. Rasulullah surat Al-Bara’ah di hadapan kaum muslimin pada muslim
haji tahun 9 H.Ia memiliki 29 anak , 14 laki-laki dan 15 perempuan.
Diantara anak laki-lakinya adalah Hasan
dan Husein, pemuka pemuda penghuni surga Muhammad ibn Al-Hanafiyah, Abbas dan
Umar.[13]
2. Proses Pengangkatan Ali bin Abi Thalib
Ali bin Abi Thalib diangkat menjadi khalifah pada 23
Juni 656 M. Pengangkatan Ali bin Abi Thalib bermula ketika terjadi permasalahan
atau pemberontakan di Madinah yang mengakibatkan terbunuhnya Usman bin Afan.
Setelah Usman wafat para pemberontak mendatangi para sahabat senior seperti Ali
bin Abi Thalib, Thalhah, Zubair, Saad bin Abi Waqqas dan Abdullah bin Umar bin
Khattab agar menjadi khalifah, namun mereka menolak. Akan tetapi para
pemberontak maupun kaum Anshar dan Muhajirin lebih mengiginkan Ali
sebagai pengganti Usman.
Namun,
Ali menolak sebab ia menghendaki pengangkatannya melalui musyawarah dan
persetujuan sahabat-sahabat senior. Akan tetapi, setelah raknyat
mengemukan umat Islam perlu segera mempunyai pemimpin agar tidak terjadi
kekacauan yang besar akhirnya Ali bersedia menjadi khalifah.[14]
a. Kebijakan Ali bin Abi Thalib
- Meredamkan situasi pemberontakan dan menuntaskan kasus pembunuhan Usman bin Affan
- Memecat kepala daerah yang di angkat oleh Ustman bin Affan, karena dia yakin pemberontakan-pemberontakan itu terjadi karena keteledortan mereka. Diatara gubernur yang diganti adalah Ibnu Amir (penguasa Basrah) diganti dengan Usman bin Hanif, Abdullah bin sa’ ad bin Abi Sarah (Gubernur Mesir) diganti dengan Qays. Muawiyah juga diminta untuk meletakkan jabatan namun ia menolakbahkan tidak mengakui kekhalifan Ali. Para gubernur diangkat atau dipilih secara musyawarah yang disukai oleh masyarakat .
- Menarik kembali tanah-tanah yang dihadiahkan Ustman kepada rakyat dengan menyerahkan hasil pendapatannya kepada Negara dan memakai kembali system distribusi pajak tahunan diantara orang-orang Islam sebagaimana yang diterapkan pada masa khalifah Umar.[15]
- Terciptanya ilmu bahasa/nahwu (Aqidah Nahwiyah)
- Berkembangnya ilmu Khat al-Qur’an
- Berkembangnya Sastra.[16]
3. Akhir Masa Jabatan Ali bin Abi Thalib
Pemerintahan Ali
dapat dikatakan pemerintahan yang tidak stabil karena banyaknya terjadi
pemberontakan dari sekelompok dari kaum muslimin sendiri. Pemberontakan pertama
datang dari Thallhah dan Zubair karena khalifah Ali tidak memenuhi
tuntutan mereka untuk menghukum pembunuh khalifah Usman yang diikuti oleh Siti
Aisyah yang berakhir dengan perang Jamal pada tahun 36 H yang berakibat
Thalhah dan Zubair mati terbunuh sedangkan Aisyah di kembalikan ke Madinah.
Dan puluhan ribu tentara Islam gugur saat itu.
Pemberontakan yang kedua datang dari Muawiyah bin Abi
Sufyan yang menolak meletakkan jabatannya yang berakhir dengan perang Siffin
yang terjadi di kota Shiffin pada tahun 37 H yang hampir saja dimenangkan
oleh khalifah Ali namun atas kecerdikan Muawiyah yang di motori oleh
panglima perangnya yaitu Amr Bin A’sh yang mengacungkan Al-Qur’an dengan
tombaknya yang berarti mereka mengajak berdamai dengan menggunakan Al-Qur’an .
Khalifah Ali sebenarnya mengetahui bahwa ha tersebut adalah tipu muslihat,
namun karena desakan dari pasukannya (para penghafal Al-Qur’an) Ali menerima
tawaran tersebut. Peristiwa ini berakhir dengan arbitrasae / Tahkim yang
mengakibatkan kelompok Ali terpecah menjadi dua yaitu Syi’ah
adalah pengikut setia Ali dan Khawarij adalah orang yang menentang Ali sehingga
mereka mengeluarkan beberapa statemen yang menuduh orang-orang yang
terlibat tahkim adalah Kafir.
Pemberontakan ini mengakibatkan terbunuhnya
Khalifah Ali yaitu yang di bunuh oleh kelompok Khwarij yang bernama Abdurrahman
bin Mulljam al Khariji dengan menikamkan pedang beracun pada Ali di Kufah pada
tanggal 21 Ramadhan tahun 40 H / 661 M dalam usia 58 tahun.[17]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Ustman bin Affan
Ustman merupakan kholifah ketiga dan sahabat
yang sangat berjasa pada periode awal perkembangan Islam, baik pada saat Islam
dikembangkan secara sembunyi-sembunyi maupun terbuka. Nama lengkapnya Utsman
bin Affan bin Abi Ash bin Umayyah bin Abd Syams bin Abd Manaf, Ia lahir di
Makkah lima tahun sesudah kelahiran Rasulullah SAW atau lima tahun setelah
peristiwa pasukan gajah yang menyerang Ka’bah.
Pada masa kekhalifannya langkah yang diambil Ustman
adalah Perluasan wilayah, sosial budaya, mengganti para gubernur yang
banyak terdiri dari kalangan bani umayyah, pedenewaan dan penetapan mushap
ustmani.
Adapun metode dakwah Ustman adalah berdakwah dengan
melaksanakan tugas kekhalifahan yang di amanahkan secara maksimal, meneruskan
dakwah para pendahulunya yaitu Rasulullah, Abu bakar, dan Umar, berdakwah dalam
bingkai Al-Qur’an dan sunnah, megikuti tradisi baik yang sudah ada.
Kemunduran pada masa ustman: pemerintahan yang kurang tegas karena
kelemah lembutan utsman dan selalu toleransi,memihak keluarga, pemerintahann
yang kurang konsisten karena mengagungkan nasabnya sendiri, banyaknya
pemberontakkan dikarenakan ustman yang sangat bermurah hati terhadap
pemberontakan dan pemfitnah.
2. Ali Bin Abi Tholib
Ali merupakan khalifah
keempat dari Al-Khulafa’ Ar-Rasyidun( empat khalifah besar) orang yang partama
masuk Islam dari kalangan anak-anak, sepupu Nabi Muhammad SAW yang kemudian
menjadi menantunya. Ayahnya, Abu Thalib bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abd Manaf
adalah kakek kandung ayah Nabi Muhammad SAW Abdullah bin Muthalib. Ibunya
bernama Fatimah binti As’ad bin Hasyim bin Abd Manaf. Sewaktu lahir, ia diberi
nama Haidarah oleh ibunya. Nama itu kemudian diganti ayahnya dengan Ali.
Nama lengkapnya adalah Ali Bin Abi
Tholib Ibn Abdul Mutholib Ibn Hasyim Al-Quraisyi Al-Hasyimi, biasa dipanggil
Abu Hasan. Rasulullah memanggilnya Abu Turab. Ia lahir di Makkah 32 tahun
setelah kelahiran Rasulullah atau 10 tahun sebelum bi’tsah (pengangkatan sebagai
rosul). Ali adalah putra paman Nabi.
Kebijakan Ali bin Abi Thalib: meredamkan situasi
pemberontakan dan menuntaskan kasus pembunuhan Usman bin Affan, memecat
kepala daerah yang di angkat oleh Ustman bin Affan, karena dia yakin
pemberontakan-pemberontakan itu terjadi karena keteledoran mereka. Menarik
kembali tanah-tanah yang dihadiahkan Ustman kepada rakyat, terciptanya ilmu bahasa/nahwu
(Aqidah Nahwiyah), berkembangnya ilmu Khat al-Qur’an, berkembangnya Sastra.
Pemerintahan Ali dapat dikatakan pemerintahan yang
tidak stabil karena banyaknya terjadi pemberontakan dari sekelompok dari kaum
muslimin sendiri. Pemberontakan pertama datang dari Thallhah dan Zubair. Dan
yang ke dua pemberontakan Muawiyah bin Abi Sufyan yang menolak meletakkan
jabatannya yang berakhir dengan perang Siffin.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad
Faozan dan khoirul Amrul Harahap. Tokoh-tokoh Besar
Islam Sepanjang Sejarah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 2007.
Anwar, Rosihon. Akhlak
Tasawuf. Bandung:
CV. Pustaka Setia. 2010.
Firdaus,Maitir Harun. Sejarah
Peradaban Islam. Jakarta: Pustaka setia. 2000.
http://ubaydillah-01.blogspot.com/2014/05/21/sistem-ekonomi-dan-fiskal-pada-masa.htm
Muhammad,
Syaikh Yusuf Al-Kandahlawy. Mukhtasar
Hayatush Shahabat. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 2006.
Mahmudunnasir, syeh, Islam
Konsepsi dan Sejarahnya. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005.
Supriyadi, Dedi, Sejarah
Peradaban Islam. Jakarta: Pustaka Setia. 2003.
Wahyu Ilaihi, Harjani Hefni, Pengantar Sejarah Dakwah. Jakarta:
Pustaka setia. 2001.
[1] Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, Bandung: CV. Pustaka Setia.
2010. hlm: 167.
[2] Khoirul Amru Harahap dan Achmad Faozan, Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
2007. hlm: 16.
[4] Ibid. hlm: 16.
[7] Ibid. hlm: 89.
[8] Ibid. hlm: 64-67.
[10] Rosihon Anwar, Op. Cit. hlm. 167-168.
[11] Khoirul Amru Harahap dan Achmad Faozan. Op. Cit. hlm. 20.
[12] Ibid. hlm. 168.
[13] Ibid. hlm: 20.
[15] Ibid. hlm: 96-97.
[16] http://ubaydillah-01.blogspot.com/2014/05/21/sistem-ekonomi-dan-fiskal-pada-masa.htm
[17]Ibid. hlm: 100-101.