Selasa, 04 Oktober 2016

MASA KHOLIFAH USTMAN BIN AFFAN DAN ALI BIN ABI THOLIB



PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Keberhasilan Muhammad dalam membangun peradaban dunia dan kemudian ditambah lagi dengan kegemilangan generasi para sahabat yang mewariskan sistem dan nilai luhur saat tampil memegang tongkat kepemimpinan setelahnya merupakan torehan sejarah yang layak dicatat dengan tinta emas.
Khulafaur Rasyidin adalah bukti dari suksesnya pewarisan sistem dan nilai tersebut, wafatnya nabi tidak serta-merta menjadikan islam kehilangan mercusuar peradabannya karena memang risalah ilahiyah ini tidak pernah bergantung pada satu namapun.
Ditangan empat khalifah yang pertama inilah islam telah mencapai puncak kejayaannya. Sebuah prestasi yang belum berulang dua kali sampai hari ini. Hingga suatu hari datang dan merebaknya fitnah yang disulut oleh kedengkian musuh-musuh islam.
Berikut ini adalah beberapa tema sederhana yang berkaitan langsung dengan sejarah kepemimpinan dua khalifah terakhir yakni Utsman bin ‘Affan dan ‘Ali bin Abi Thalib.Kami ketengahkan ini agar menjadi daya rangsang guna menggali dan mengkaji makna kebijakan dari pejalanan kepemimpinan beliau berdua. Maka kami memberi wawasan lebih luas tentang bagaimana peradaban pada masa kholifah Ustman dan Ali dalam tugas ini kami akan memperjelas apa saja hal-hal yang dilakukan oleh kholifah Ustman bin Affan dan Ali bin Abi Tholib dalam memajukan Islam dan kita bisa sama-sama saling membuka mata hati dan fikiran untuk melihat masihkah ada pemimpin yang kedermawanannya sama dengan Ustman bin Affan dan berjiwa panglima seperti Ali bin Abi Tholib, maka dari itu kami membuat makalah yang berisikan tentang peradaban Islam pada masa Ustman bin Affan dan Ali bin Abi Tholib.
 Sehingga, siapapun akan bisa mereguknya untuk kemudian diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi sejarah yang kita selama ini adalah tampak perjalanan dua pribadi agung yang langsung berinteraksi dengan Rasulullah. Mereka adalah orang-orang yang pertama sekali merasakan manisnya cucuran hidayah dan kemudian berbuah prilaku yang baik dan elegan.

B.      Rumusan Masalah
1.      Bagaimana peradaban pada masa Ustaman bin Affan?
2.      Bagaimana peradaban pada masa Ali bin Abi Thalib?
C.     Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui peradaban pada masa Ustman bin Affan
2.      Untuk mengetahui peradaban pada masa Ali bin Abi Tholib













BAB II
PEMBAHASAN
A.    USTMAN BIN AFFAN
1.      Kelahiran Ustman Bin Affan
Ustman merupakan kholifah ketiga dan sahabat yang sangat berjasa pada periode awal perkembangan Islam, baik pada saat Islam dikembangkan secara sembunyi-sembunyi maupun terbuka.[1] Nama lengkapnya Utsman bin Affan bin Abi Ash bin Umayyah bin Abd Syams bin Abd Manaf, biasa dipanggil Abu Abdillah dan digelari Dzu An-Nurain (pemilik dua cahaya) karena ia menikahi dua putri Rasulullah SAW. Ia lahir di Makkah lima tahun sesudah kelahiran Rasulullah SAW atau lima tahun setelah peristiwa pasukan gajah yang menyerang Ka’bah. Ia mengingkarkan diri masuk Islam di hadapan Nabi setelah ia diajak masuk Islam oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq.[2]
Sebelum masuk Islam, Ustman bin Affan dikenal sebagai pedagang besar dan terpandang. Kekayaannya berlimpah ruah. Setelah masuk Islam, dengan penuh kerelaannya, ia menyerahkan sebagian besar harta kekayaannya untuk perjuangan Islam dan merelakan orang-orang miskin dan yang teraniaya. Adapun dalam kehidupan kesehariannya, ia selalu hidup sederhana. Dengan hal ini, jelaslah bahwa pada diri Ustman terdapat jiwa-jiwa sufi yang tidak tertarik pada kegemerlapan kekayaan dan kesenangan duniawi.[3]
Ketika setelah masuk Islam, pamannya mengikatnya dengan tali sambil berujar,”Apakah kamu masih menyukai agama moyangmu setelah kamu menganut agama barumu ini? Demi Allah, aku tidak akan melepaskanmu sebelum kamu keluar dari agama barumu itu. “Demi Allah, aku sama sekali tidak akan keluar dari agama baruku ini,”jawab Ustman dengan tegas. Akhirnya, pamannya putus asa dan membiarkan Ustman memeluk agama Islam. Beliau termasuk diantara sepuluh para sahabat yang mendapat kabar gembira akan masuk syurga dan mati syahid.[4]

2.      Proses Pengangkatan Kholifah Ustman bin Affan
Sebelum meninggal, Umar telah membentuk 3 calon pengantinya yaitu Ustman, Ali dan Saad bin Abi Waqqash dalam pertemuan dengan pertemuan secara pergantian Umar berpesan agar penggantinya tidak mengangkat kerabat sebagai pejabat. Disamping itu, Umar telah membentuk dewan Formatur yang bertugas memilih penggantinya kelak yang berjumlah 6 orang yaitu Ali bin Abi Thalib, Usman bin Affan, Sa’ad bin Abi Abi Waqqash, Abdul Rahman bin Auf, Zubair bin Awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah. 
Melalui proses yang panjang maka terpilihlah  Ustman sebagai khalifah. Ustman bin Affan menjabat sebagai khalifah selama 12 tahun (24-36 H/644-656 M). dan masa kekhalifannya tersebut termasuk yang paling lama apabila dibandingkan dengan khalifah lainnya.[5]Pada masa kekhalifannya langkah yang diambil Ustman adalah  :
  1. Perluasan wilayah
Pada masa khalifah Ustman, pertama kali dibentuk angkatan laut untuk menyerang daerah kepulauan yang terletak di laut tengah. Pada masa Ustman, dibangun kapal-kapal perang sehingga dapat menaklukam beberapa pulau. Perluasan wilayah Islam telah mencapai Asia dan Afrika, seperti  daerah herat, Kabul, Ghazni, dan Asia Tengah, juga Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian yang tersisa dari Persia dan berhasil menumpaskan pemberontakan yang dilakukan orang Persia.[6]
2.      Sosial budaya
Membangun bendungan  besar untuk mencegah banjir dan mengatur pembagian air ke kota. Membangun jalan, jembatan, Masjid, rumah penginapan para tamu dalam berbagai bentuk, serta memperluas Masjid Nabi di Madinah.[7]
3.      Mengganti para gubernur  yang banyak terdiri dari kalangan bani umayyah (keluarganya)
Pada masa jabatan Umar, dalam 6 tahun pertama berjalan dengan baik. Namun, pada pertengan kedua pemerintahan Usman retak dan ditimpa perpecahan ini disebabkan karena kebijaksanaan Usman dalam mengganti para gubernur yang diangkat oleh Umar. Penggantinya lebih banyak dari kalangan  keluargabani Umayyah (nepotisme). 
Ada beberapa bukti yang menyatakan bahwa kebijakan Usman dalam mengangkat para pejabat adalah secara nepotisme. Diantaranya :
1.       Khalifah Ustman menggantikan Sa’ad bin Abi Waqash dari jabatannya sebagai gubernur Kufah dan menggantikannya dengan Walid bin Uqbah yaitu saudae se-ibu khalifah Usman.
  1. Khalifah Ustman mengganti Abu Musa Al’Asy’ari dari jabatanya sebagai gubernur Basrah dan menggantikannya dengan Abdullah bin Amir yaitu anak pamannya Usman.
  2. Khalifah Ustman mengganti Amru bin ‘Ash dari jabatannya sebagai  gubernurMesir dan mengantinya dengan Abdullah bin Sa’ad bin Abi sarah yaitu saudara sepersusuannya.
  3. Khalifah Ustman mengangkat Marwan bin Hakam sebagai sekretaris Khalifah, ia adalah seorang tokoh bani Umayyah yang sangat fanatik terhadap keturunannya.
  4. Khalifah Ustman, sering membelanjakan uang khas baitul Al-Mal secara boros tanpa perhitungan untuk kepentingan orang-orang dari golongan Bani Umayyah.
4.      Pedenewanan dan penetapan Mushaf Ustmani
Umat Islam pada pemerintahan Ustman, tinggal dalam wilayah yang luas dan terpencar-pencar. Sehingga, penduduk masing-masing daerah tersebut membaca Ayat-ayat Al-Qur’an menurut bacaan yang mereka pelajari dari tokoh-tokoh sahabat yang terkenal di wilayah mereka.
1.       Di Syria, masyarakat membaca Al-Qur’an menurut bacaan Ubay bin Ka’ab.
2.       Di kufah, penduduk membaca Al-Qur’an menurut bacaan Abdullah bin Mas’ud. 
Persoalan timbul karena tidak jarang terdapat perbedaan bacaan di antara mereka,  bahkan perbedaan tersebut menimbulkan perselisihan di kalangan umat manusia.Untuk mengatasi persoalan tersebut khalifah Usman membentuk sebuah tim yang bertugas untuk menyalin dan membukukan (kodifikasi) ayat-ayar Al-Qur’an kedalam satu mushaf resmi yang di ketuai oleh Zaid bin Tsabit.
Mushaf tersebut di buat lima buah. Empat buah dikirimkan ke wilayah Mekkah, Syiria, Kuffah, Bashrah dan satu tinggal di Madinah. Mushaf hasil kerja dari tim kodifikasi Al-Qur’am  pada masa Khalifah Usman yang tinggal di Madinah disebut dengan mushaf Al-Imam atau mushaf Usmani. Bahkan Al-Qur’an yang sampai kepada kita sekrang adalah berpesoman pada mushaf al-Imam ini.[8]


Adapun metode dakwah Ustman adalah :
  1. Berdakwah dengan melaksanakan tugas kekhalifahan yang di amanahkan secara maksimal.
  2. Meneruskan dakwah para pendahulunya yaitu Rasulullah, Abu bakar, dan Umar.
  3. Berdakwah dalam bingkai Al-Qur’an dan sunnah.
  4. Megikuti tradisi baik yang sudah ada.
  5. Tidak mendahulukan hukuman dalam mendidik rakyat.
  6. Mengajak rakyat agar hidup zuhud. 
Program kerja diatas sesuai dengan pidato beliau di hadapan pubilk setelah beliau di bai’at menjadi  khlalifah yang ketiga.[9]
3.      Tragedi Perang Pada Pemerintahan Utsman bin Affan dan Wafatnya  
Pada saat pemerintahan Utsman bin Affan, ada peristiwa peperangan yang terjadi, yaitu perang dinamakan “Perang Zatis Sawari” atau nama lain dari “Perang Tiang Kapal”, yaitu suatu peperangan di tangah lautan yang belum pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW., Khalifah Abu Bakar, dan Umar. Disebut dengan Perang Zatis Sawari, karena pada perang tersebut dilakukan di Laut Tengah dekat kota Iskandariyah antara tentara Romawi yang dalam pimpinan Khaisar Constantine dan laskar kaum muslimin dalam pimpinanya Abdullah bin Abi Sarah yang membawa pasukan umat islam kurang lebih sebanyak 200 kapal.
Setelah melewati masa dengan berbgaai prestasi, pada titik terakhir Khalifah Utsman menghadapi pemberontakan dan pembangkangan di dalam dan di luar negri. Pemberontakan yang di dalam  negri itu lebih terpusat pada kebijakan-kebijakan Khalifah yang nepotis, harta kekayaan umum yang hanya berputar pada kalangan keluarga dan sikapnya yang tidak tegas terhadap sahabat utama. Adapun di luar negri, pemberontakan lebih banyak berasal dari negri-negri yang ditaklukan, seperti Romawi dan Persia yang menambah dendam dan sakit hati karena sebagian wilayahnya telah diambil oleh kaum muslimin. Selain itu juga fitnah yang disebarkan oleh orang Yahudi dari suku Qainuqa dan Nadhir serta Abdullah bin Saba. Pemberontakan dan pembangkangan yang terjadi ini menyebabkan tewasnya Khalifah Utsman pada tahun 35 H.

B.     Ali Bin Abi Tholib
1.      Kelahiran Ali Bin Abi Tholib
Ali merupakan khalifah keempat dari Al-Khulafa’ Ar-Rasyidun( empat khalifah besar) orang yang partama masuk Islam dari kalangan anak-anak, sepupu Nabi Muhammad SAW yang kemudian menjadi menantunya. Ayahnya, Abu Thalib bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abd Manaf adalah kakek kandung ayah Nabi Muhammad SAW Abdullah bin Muthalib. Ibunya bernama Fatimah binti As’ad bin Hasyim bin Abd Manaf. Sewaktu lahir, ia diberi nama Haidarah oleh ibunya. Nama itu kemudian diganti ayahnya dengan Ali.[10]
Nama lengkapnya adalah Ali Bin Abi Tholib Ibn Abdul Mutholib Ibn Hasyim Al-Quraisyi Al-Hasyimi, biasa dipanggil Abu Hasan. Rasulullah memanggilnya Abu Turab. Ia lahir di Makkah 32 tahun setelah kelahiran Rasulullah atau 10 tahun sebelum bi’tsah (pengangkatan sebagai rosul). Ali adalah putra paman Nabi. Ia berwajah tampan, warna kulitnya coklat, kepala bagian depannya botak, matanya lebar dan kedua tangannya kekar, badannya gemuk, tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu pendek, dan murah senyum.[11]
Ali dikenal sangat sederhana dan Zahid dalam kehidupan rumah tangganya antara sebelum dan sesudah diangkat sebagai khalifah, sehingga diriwayatkan bahwa ketika sahabat lain berkata kepadanya, “Mengapa khalifah senang memakai baju itu, padahal sudah robek-robek?” Ali menjawab “Aku senang memakainya agar menjadi teladan bagi orang  banyak sehingga mereka mengerti bahwa hidup sederhana marupakan sikap yang mulia.” Sikap dan pertanyaan inilah yang menandakan dirinya sebagai seorang sufi.[12] 
Ia sama sekali tidak tercemari dengan noda-noda jahiliyah. Ia adalah anak kecil yang mula-mula masuk islam, tepatnya dua hari setelah Rasulullah SAW menerima wahyu. Saat itu ia baru berusia 10 tahun. Ia adalah orang pertama yang mengorbankan dirinya demi memperjuangkan agama islam. Pada malam hijrah, Rasulullah SAW menugasinya untuk tidur di tempat tidur  Beliau. Ia ditugaskan Nabi untuk mengembalikan barang-barang kepada orang-orang musyrik pada pagi harinya.
Nabi SAW mempersaudarakan Ali dengan Sahl bin Hanif. Ia mengikuti semua peperangan bersama Rasulullah, kecuali perang Tabuk. Saat itu,  Nabi manugasinya untuk menggantikan beliau di Madinah. Kemudian orang-orang munafik mengejeknya, lalu ia menghadap Nabi sambil berkata,” Wahai Rasulullah, apakah aku juga ditugaskan untuk menjaga kaum wanita dan anak-anak?”Nabi menjawab,”Apakah kamu tidak rela kedudukanmu  kepadaku bagaikan kedudukan Harun kepada Musa? Sayang sekali tidak ada lagi nabi sesudahku.” (HR. Muslim).
Rasulullah menikahkan Ali dengan putri Beliau, Fatimah, pada tahun 2 H. Ali tidah menikah dengan wanita lain sampai Fatimah meninggal, 6 bulan pasca wafatnya Rasulullah.Ia termasuk salah satu diantara sahabat yang dibarikan nabi masuk surga. Ia pernah ditugaskan untuk membawa panji Rasulullah dalam berbagai peperangan. Rasulullah surat Al-Bara’ah di hadapan kaum muslimin pada muslim haji tahun 9 H.Ia memiliki 29 anak , 14 laki-laki dan 15 perempuan. Diantara  anak laki-lakinya adalah Hasan dan Husein, pemuka pemuda penghuni surga Muhammad ibn Al-Hanafiyah, Abbas dan Umar.[13]
2.      Proses  Pengangkatan  Ali bin Abi Thalib
Ali bin Abi Thalib diangkat menjadi khalifah pada 23 Juni 656 M. Pengangkatan Ali bin Abi Thalib bermula ketika terjadi permasalahan atau pemberontakan di Madinah yang mengakibatkan terbunuhnya Usman bin Afan. Setelah Usman wafat para pemberontak mendatangi para sahabat senior seperti Ali bin Abi Thalib, Thalhah, Zubair, Saad bin Abi Waqqas dan Abdullah bin Umar bin Khattab agar menjadi khalifah, namun mereka menolak. Akan tetapi para pemberontak maupun kaum  Anshar dan Muhajirin lebih mengiginkan Ali sebagai pengganti Usman.
Namun, Ali menolak sebab ia menghendaki pengangkatannya melalui musyawarah dan persetujuan sahabat-sahabat senior.  Akan tetapi, setelah raknyat mengemukan umat Islam perlu segera mempunyai pemimpin agar tidak terjadi kekacauan yang besar akhirnya Ali bersedia menjadi khalifah.[14]
a.       Kebijakan Ali bin Abi Thalib
  1. Meredamkan situasi pemberontakan dan  menuntaskan kasus pembunuhan Usman  bin Affan
  2. Memecat kepala daerah yang di angkat oleh Ustman bin Affan, karena dia yakin pemberontakan-pemberontakan itu terjadi karena keteledortan mereka. Diatara gubernur yang diganti adalah Ibnu Amir (penguasa Basrah) diganti dengan Usman bin Hanif, Abdullah bin sa’ ad bin Abi Sarah (Gubernur Mesir) diganti dengan Qays. Muawiyah juga diminta untuk meletakkan jabatan namun ia menolakbahkan tidak mengakui kekhalifan Ali. Para gubernur diangkat  atau dipilih secara musyawarah yang disukai oleh masyarakat .
  3. Menarik kembali tanah-tanah yang dihadiahkan  Ustman kepada rakyat dengan menyerahkan hasil pendapatannya kepada Negara dan memakai kembali system distribusi pajak tahunan diantara orang-orang Islam sebagaimana yang diterapkan pada masa khalifah Umar.[15]
  4. Terciptanya ilmu bahasa/nahwu (Aqidah Nahwiyah)
  5. Berkembangnya ilmu Khat al-Qur’an
  6.  Berkembangnya Sastra.[16]
3.      Akhir Masa Jabatan Ali bin Abi Thalib
Pemerintahan Ali dapat dikatakan pemerintahan yang tidak stabil karena banyaknya terjadi pemberontakan dari sekelompok dari kaum muslimin sendiri. Pemberontakan pertama datang dari Thallhah dan Zubair  karena khalifah Ali tidak memenuhi tuntutan mereka untuk menghukum pembunuh khalifah Usman yang diikuti oleh Siti Aisyah yang berakhir dengan perang Jamal pada tahun  36 H yang berakibat Thalhah dan Zubair mati terbunuh sedangkan Aisyah di  kembalikan ke Madinah. Dan puluhan ribu  tentara Islam gugur saat itu.
Pemberontakan yang kedua datang dari Muawiyah bin Abi Sufyan yang menolak meletakkan jabatannya yang berakhir dengan perang Siffin yang terjadi di kota Shiffin   pada tahun 37 H yang hampir saja dimenangkan oleh khalifah Ali namun  atas kecerdikan Muawiyah yang di motori oleh panglima perangnya yaitu Amr Bin A’sh yang mengacungkan Al-Qur’an dengan tombaknya yang berarti mereka mengajak berdamai dengan menggunakan Al-Qur’an . Khalifah Ali sebenarnya mengetahui bahwa ha tersebut adalah tipu muslihat, namun karena desakan dari pasukannya (para penghafal Al-Qur’an) Ali menerima tawaran tersebut. Peristiwa ini berakhir dengan arbitrasae / Tahkim yang mengakibatkan kelompok Ali terpecah menjadi  dua yaitu  Syi’ah  adalah pengikut setia Ali dan Khawarij adalah orang yang menentang Ali sehingga mereka mengeluarkan beberapa statemen yang menuduh orang-orang yang  terlibat tahkim adalah Kafir.
Pemberontakan ini mengakibatkan  terbunuhnya Khalifah Ali yaitu yang di bunuh oleh kelompok Khwarij yang bernama Abdurrahman bin Mulljam al Khariji dengan menikamkan pedang beracun pada Ali di Kufah pada tanggal 21 Ramadhan tahun 40 H / 661 M dalam usia 58 tahun.[17]

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Ustman bin Affan
Ustman merupakan kholifah ketiga dan sahabat yang sangat berjasa pada periode awal perkembangan Islam, baik pada saat Islam dikembangkan secara sembunyi-sembunyi maupun terbuka. Nama lengkapnya Utsman bin Affan bin Abi Ash bin Umayyah bin Abd Syams bin Abd Manaf, Ia lahir di Makkah lima tahun sesudah kelahiran Rasulullah SAW atau lima tahun setelah peristiwa pasukan gajah yang menyerang Ka’bah.
Pada masa kekhalifannya langkah yang diambil Ustman adalah Perluasan wilayah, sosial budaya, mengganti para gubernur yang banyak terdiri dari kalangan bani umayyah, pedenewaan dan penetapan mushap ustmani.
Adapun metode dakwah Ustman adalah berdakwah dengan melaksanakan tugas kekhalifahan yang di amanahkan secara maksimal, meneruskan dakwah para pendahulunya yaitu Rasulullah, Abu bakar, dan Umar, berdakwah dalam bingkai Al-Qur’an dan sunnah, megikuti tradisi baik yang sudah ada.
Kemunduran pada masa ustman: pemerintahan yang kurang tegas karena kelemah lembutan utsman dan selalu toleransi,memihak keluarga, pemerintahann yang kurang konsisten karena mengagungkan nasabnya sendiri, banyaknya pemberontakkan dikarenakan ustman yang sangat bermurah hati terhadap pemberontakan dan pemfitnah.
2.      Ali Bin Abi Tholib
Ali merupakan khalifah keempat dari Al-Khulafa’ Ar-Rasyidun( empat khalifah besar) orang yang partama masuk Islam dari kalangan anak-anak, sepupu Nabi Muhammad SAW yang kemudian menjadi menantunya. Ayahnya, Abu Thalib bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abd Manaf adalah kakek kandung ayah Nabi Muhammad SAW Abdullah bin Muthalib. Ibunya bernama Fatimah binti As’ad bin Hasyim bin Abd Manaf. Sewaktu lahir, ia diberi nama Haidarah oleh ibunya. Nama itu kemudian diganti ayahnya dengan Ali.
 Nama lengkapnya adalah Ali Bin Abi Tholib Ibn Abdul Mutholib Ibn Hasyim Al-Quraisyi Al-Hasyimi, biasa dipanggil Abu Hasan. Rasulullah memanggilnya Abu Turab. Ia lahir di Makkah 32 tahun setelah kelahiran Rasulullah atau 10 tahun sebelum bi’tsah (pengangkatan sebagai rosul). Ali adalah putra paman Nabi.
Kebijakan Ali bin Abi Thalib: meredamkan situasi pemberontakan dan  menuntaskan kasus pembunuhan Usman  bin Affan, memecat kepala daerah yang di angkat oleh Ustman bin Affan, karena dia yakin pemberontakan-pemberontakan itu terjadi karena keteledoran mereka. Menarik kembali tanah-tanah yang dihadiahkan  Ustman kepada rakyat, terciptanya ilmu bahasa/nahwu (Aqidah Nahwiyah), berkembangnya ilmu Khat al-Qur’an,  berkembangnya Sastra.
Pemerintahan Ali dapat dikatakan pemerintahan yang tidak stabil karena banyaknya terjadi pemberontakan dari sekelompok dari kaum muslimin sendiri. Pemberontakan pertama datang dari Thallhah dan Zubair. Dan yang ke dua pemberontakan Muawiyah bin Abi Sufyan yang menolak meletakkan jabatannya yang berakhir dengan perang Siffin.












DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Faozan dan  khoirul Amrul Harahap. Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 2007.
Anwar, Rosihon. Akhlak Tasawuf. Bandung: CV. Pustaka Setia. 2010.
Firdaus,Maitir Harun. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Pustaka setia. 2000.
http://ubaydillah-01.blogspot.com/2014/05/21/sistem-ekonomi-dan-fiskal-pada-masa.htm
Muhammad, Syaikh Yusuf Al-Kandahlawy. Mukhtasar Hayatush Shahabat. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 2006.
Mahmudunnasir, syeh, Islam Konsepsi dan Sejarahnya. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005.
Supriyadi, Dedi, Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Pustaka Setia. 2003.
Wahyu Ilaihi, Harjani Hefni, Pengantar Sejarah Dakwah. Jakarta: Pustaka setia. 2001.




[1] Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, Bandung: CV. Pustaka Setia. 2010. hlm: 167.
[2] Khoirul Amru Harahap dan Achmad Faozan, Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah,  Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 2007. hlm: 16.
[3]  Ibid. hlm: 167.
[4] Ibid. hlm: 16.
[5] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam,Jakarta: Pustaka Setia. 2003, hlm: 87-88.
[6] Maitir Harun, Firdaus,  Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Pustaka setia, hlm: 63-64.
[7] Ibid. hlm: 89.
[8]  Ibid. hlm: 64-67.
[9] Wahyu Ilaihi, Harjani Hefni, Pengantar Sejarah Dakwah. Jakarta: Pustaka setia. hlm: 100-101.
[10] Rosihon Anwar, Op. Cit. hlm. 167-168.
[11] Khoirul Amru Harahap dan Achmad Faozan. Op. Cit. hlm. 20.
[12] Ibid. hlm. 168.
[13] Ibid. hlm: 20.
[14] Dedi Supriyadi, Op. Cit. hlm: 93.
[15] Ibid. hlm: 96-97.
[16] http://ubaydillah-01.blogspot.com/2014/05/21/sistem-ekonomi-dan-fiskal-pada-masa.htm
[17]Ibid.  hlm: 100-101.