Rabu, 17 April 2019

PERANAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Teknologi adalah perkembangan alat bantu untuk memudahkan pekerjaan manusia. Teknologi juga sebagai alat untuk pemanfaatan pengetahuan dan ilmu pengetahuan.  Dunia pendidikan tidak luput dari integrasi teknologi dalam rangka efektifitas dan efisiensi pembelajaran. Karena hakikatnya untuk mengembangkan diri manusia membutuhkan pendidikan agar dapat menjadi manusia yang berkualitas dan berguna bagi masyarakat bangsa dan negara. Teknologi diterapkan di semua bidang kehidupan, di antaranya bidang pendidikan. Teknologi pendidikan beroperasi dalam seluruh bidang pendidikan secara integratif, yakni secara rasional berkembang dan terjalin dalam berbagai  bidang penididikan.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pengertian teknologi pendidikan?
2.      Bagaimana peran teknologi pendidikan?
3.      Apa yang dimaksud teknologi pendidikan sebagai konstruk dan teoritik?
4.      Apa yang dimaksud teknologi pendidikan sebagai bidang garapan?
5.      Apa yang dimaksud teknologi pendidikan sebagai profesi?

C.    Tujuan Pembahasan
1.      Untuk mengetahui pengertian teknologi pendidikan.
2.      Untuk mengetahui peran teknologi pendidikan.
3.      Untuk mengetahui teknologi pendidikan sebagai konstruk dan teoritik.
4.      Untuk mengetahui teknologi pendidikan sebagai bidang.
5.      Untuk mengetahui teknologi pendidikan sebagai profesi.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Teknologi Pendidikan
Teknologi dapat dijadikan sebagai alat untuk memanfaatkan pengetahuan serta ilmu pengetahuan. Teknologi sering kali oleh masyarakat diartikan sebagai alat elektronik atau mesin. Dan teknologi pendidikan juga dapat diartikan suatu proses terpadu yang melibatkan orang, prosedur, gagasan, peralatan, dan organisasi untuk menganalisa masalah-masalah pendidikan dan cara pemecahan, mengimplemintasikan, mengevaluasi dan mengelola pemecahan masalah yang berkenaan dengan semua aspek belajar manusia.
            Sedangkan pendidikan merupakan suatu proses untuk memanusiakan manusia sehingga membuat manusia mempunyai kehidupan berbudaya. Menurut kamus bahasa Indonesia, mendidik berasal dari kata “didik”, lalu kata ini mendapat awalan kata “me” sehingga menjadi “mendidik” artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam memeliharaan dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntutan dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.
Jadi, teknologi pendidikan adalah teori dan praktik dalam desain, pengembangan pemanfaatan, pengelolaan, penilaian proses dan sumber untuk belajar.  Selain itu, teknologi pendidikan merupakan suatu cara yang sistematis dalam merancang, menerapkan, dan evaluasi seluruh proses kegiatan belajar mengajar sesuai dengan tujuan yang spesifik, berdasarkan penelitian terhadap pembelajaran dan komunikasi antara manusia, dan mendayagunakan kombinasi sumber daya manusia dan non-manusia untuk lebih mengefektifkannya.[1]

B.     Peranan Teknologi Pendidikan
Pada awal perkembangannya, sekitar ratusan tahun yang lalu, istilah” teknologi pendidikan” belum dikenal. Apa yang dikenal adalah metode mengajar dengan peragaan oleh guru sendiri-sendiri. Sekitar tahun 1930-an mulai digunakan media audiovisual (peta, globe, dll). Yang diproduksi secara masal dan digunakan di sekolah secara meluas, dan mulailah dikenal istilah “audiovisual instruction”. Pada tahun 1940 an, saat terjadi perang dunia II, diperlukan banyak sekali tenaga terampil dalam mengoprasikan  dan menangani peralatan perang. Penyediaan tenaga terampil itu tidak mungkin dilaksanakan oleh sistem persekolahan.  Untuk itu diperlukan latihan yang efektif dalam waktu yang pendek dan dapat diulang sesering mungkin. Dikembangkanlah  cara pelatihan dengan menggunakan berbagai metode, media dan simulator untuk keperluan perlatihan personil. Di luar bidang pendidikan sekolah mulai dikenal istilah” teknologi kinerja”.
Seusai perang dunia II mulai dikembangkan pengalaman dikalangan angkatan bersenjata tersebut untuk keperluan pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dalam lingkungan sekolah lebih berorientasi teoritis dan menganggap fungsinya adalah mempersiapkan peserta didik untuk masa depan yang siap latih atau siap memasuki dunia kerja dengan landasan pendekatan “just-in-case” padahal dengan semakin berkembangnya kegitan sosial ekonomi, diperlukan tenaga yang kompeten lebih banyak dan cepat. Hal ini memicu tumbuh dan berkembangnya lembaga-lembaga yang menyelenggarakan program pembelajaran berbentuk palatihan dan kursus sebagai upaya pendidikan berkelanjutan yang bersifat terapan, maka muncul lah istilah teknologi pendidikan.[2]
Teknologi berasal dari kata textere (bahasa Latin)  yang artinya membangun. Dalam bahasa Yunani teknologi berasal dari kata technologia yang berarti penanganan sesuatu secara sistematis. Arti lain teknologi adalah skill dan science yang berarti keahlian, keterampilan dan ilmu.[3]

C.    Teknologi Pendidikan Sebagai Konstruk Teoritik
Untuk mendefinisikan Teknologi pendidikan sebagai konstruksi teoritik hanya diperlukan karakteristik pertama diatas suatu kesatuan teori intelektual yang selalu dikembangkan melalui kegiatan penelitian.[4]
Istilah teori yang dalam pembicaraan sehari-hari sering digunakan sebagai lawan kata “praktek”, yang mempunyai arti yang jelas yaitu:
1.    Suatu prinsip umum yang didukung oleh data sebagai penjelasan terhadap sekelompok gejala atau suatu pernyataan tentang hubungan yang berlaku terhadap sejumlah fakta yang komprehensif.
2.    Suatu prinsip atau serangkaian prinsip yang menerangkan hubungan antara berbagai fakta dan meramalkan hasil baru berdasarkan fakta tersebut.
Suatu definisi bisa dikemukakan sebagai sebuah teori jika di dalamnya dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
a)    Adanya suatu gejala yang masih harus ada beberapa gejala yang belum difahami sejelas-jelasnya menurut pengetahuan yang ada sekarang.
b)    Menjelaskan sebuah teori, yaitu memberikan penjelasan tentang mengapa atau bagaimana gejala itu terjadi (sebagai kebalikan dari penegasan sederhana terhadap eksistensi suatu gejala).[5]
c)    Merangkum sebuah teori, yaitu memberikan rangkuman tentang apa yang telah diketahui tentang hubungan antara sejumlah besar informasi empiric, konsep dan generalisasi.
d)   Memberikan orientasi, yaitu menentukan dan mempertajam fakta-fakta yang akan diteliti (dipelajari) serta membedakan antara data yang relevan dengan data yang tidak relevan.
e)    Mensistematiskan, yaitu memberikan skema untuk mensistematiskan, mengklasifikasikan dan menghubungkan segala gejala, postulat dan dalil yang serasi.[6]
f)    Mengidentifikasi kesenjangan, yaitu mencari bidang-bidang yang relevan namun diabaikan atau belum dipecahkan pada masa kini maupun buat studi di masa mendatang.[7]
g)   Melahirkan strategi untuk keperluan riset yang memberikan dasar untuk merumuskan hipotesis baru dan melaksanakan riset lebih mendalam berdasar atas penjelasan tersebut.
h)   Prediksi dapat mengungkap hal-hal melebihi dari apa yang bisa diketahui berdasar atas data empiric sehingga dapat membuat estimasi dan memprediksi fakta baru dan hipotesis yang belum diketahui pada saat sekarang.
i)     Satu atau serangkaian prinsip, definisi teknologi pendidikan mengandung satu rangkai prinsip-prinsip, satu rangkai pernyataan umum yang mencakup semua unsur-unsur yang dikemukakan diatas (untuk rangkaian pinsip-prinsip yang lengkap).[8]
j)     Teknologi pendidikan sebagai teori, karena batasan yang dikemukakan di sini memenuh semua dari sembilan tolak ukur yang dituntut bagi suatu teori, teknologi pendidikan sebagaimana telah didefinisikan di atas adalah sebuah teori mengenai bagaimana masalah-masalah yang muncul dalam kegiatan belajar manusia diidentifikasi dan dipecahkan.[9]

D.    Teknologi Pendidikan Sebagai Bidang Garapan
Pembatasan suatu bidang garapan, dalam hal ini teknologi pendidikan pertama-tama haruslah memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam mendefinisikan teori. Selanjutnya ada tiga persyaratan atau karakteristik tambahan, yaitu adanya teknik intelektual, aplikasi praktis, dan keunikan bidang garapan tersebut.
1.      Teknik intelektual, adalah pendekatan yang digunakan untuk memecahkan masalah. Cara yang digunakan seseorang dalam mencari pemecahan. Gagne dan Briggs menyebutkan teknik intelektual itu strategi kognitif, proses yang mengendalikan proses berfikir internal, dan ditemukan cara tertentu untuk memecahkan masalah. Teknik intelektual berperan menjembatani antara teori dan aplikasi praktis.
2.      Aplikasi praktis, adalah yang mencakup usaha merealisasikan atau mengoperasionalkan fikiran, ide dan proses. Aplikasi itu menghasilkan produk yang dapat dilihat. Sebagai misal, seseorang benar-benar melaksanakan eksperimen ilmiah atau melaksanakan kegiatan pengembangan istruksional sesuai dengan langkah-langkah yang telah ditentukan dalam mengaplikasikan teknik intelektual. Kecuali itu, aplikasi praktis menunjukkan bagaimana teknik intelektual itu dioperasionalkan dalam konteks struktur organisasi dan institusi di mana bidang garapan itu beroprasi.
3.      Keunikan, definisi tersebut menunjukkan suatu bidang garapan memadukan teknik intelektual dan aplikasi praktis yang diidentifikasikan oleh definisi, definisi tersebut haruslah merupakan hal yang unik bagi bidang garapan tersebut. Haruslah tercermin karakteristik khusus yang tidak bisa dijumpai pada bidang lain. Jikalau definisi tersebut dapat mewujudkan adanya teknik intelektual dan aplikasi praktis yang unik, maka bidang garapan yang diidentifikasikan itu dengan sendirinya dapat dikatakan unik pula.[10]
Jadi definisi teknologi pendidikan sebagai bidang garapan pertama-tama harus mendefinisikannya sebagai konstruk teoritik, kemudian mengidentifikasi teknik intelektual dengan aplikasi praktis, serta menunjukkan bahwa kesemuannya ini menunjukkan keunikan bidang garapan teknologi pendidikan. [11]

E.     Teknologi Pendidikan Sebagai Profesi
Untuk mendefinisikan teknologi pendidikan sebagai profesi, terlebih dahulu harus dipenuhi syarat-syarat untuk mendefinisikan bangunan teoritik dan bidang garapan. Selanjutnya definisi tersebut harus mencerminkan karakteristik profesi lainnya:
1.      Latihan dan sertifikasi
Latihan dalam waktu yang lama diperlukan untuk mengembangkan spesialisasi dan teknisi dalam profesi tersebut. Menurut Finn harus ada beberapa ketentuan tentang “sifat-sifat latihan”, baik melalui peraturan pemerintah maupun melalui suatu sistem akreditasi lembaga-lembaga latihan yang meliputi:
a)      Sifat dan isi pendidikan profesional.
b)      Standart sertifikasi
c)      Standart dan ketentuan penerimaan calon peserta latihan
d)     Penempatan 
2.      Standart dan etika
Rumusan etika menunjukkan bagaimana anggota profesi itu harus bertingkah laku. Seperangkat standar memberikan petunjuk mengenai bahan, peralatan dan fasilitas yang digunakan oleh orang-orang dalam profesi tersebut. Namun demikian, publikasi kode etik dan buku petunjuk tentang standart itu sendiri tidaklah dapat memberi jaminan apa-apa. Profesionalisasi itu terjadi bilamana dimungkinkan adanya pemaksaan yang kuat untuk melaksanakannya.

3.      Kepemimpinan
Kepemimpinan diperlukan unuk memanfaatkan setepat-tepatnya penemuan-penemuan yang ada sekarang dan melihat kecenderungan di masa mendatang. Namun demikian, untuk menghindari keadaan banyaknya inovasi yang ada searang yang membuat kita pusing karena desakan dari lar kita, maka kepemimpinan ini harus datang dari profesi ini sendiri. Untuk melatih kepemimpinan itu sendiri, profesi tersebut harus mengetahui keadaan kita sendiri kemana kita akan pergi dan mengapa.
4.      Asosiasi dan komunikasi
Organisasi profesi yang kuat diperlukan untuk mengembangkan dan mengimplementasikan karakteristik lainnya terutama standart dan etika, kepemimpinan dan latihan. Hanya organisasi yang kuat yang dapat memaksakan dengan sungguh-sunggu aplikasi praktis, standart, dan etika.
5.      Pengakuan sebagai profesi
Anggota profesi harus mempercayaai adanya profesi dan bahwa mereka menjadi anggotannya. Eksistensi suatu profesi tidak dapat dipercayakan begitu saja kepada para pelaksana. Mereka harus menginginkan berdirinya dan mengakui pentingnya organisasi profesi.
Mereka harus benar-benar menyadari akan keanggotaanya dalam organisasi profesi tersebut. Kesadaran ini dimanifestasikan dalam bentuk berdirinya asosiasi, pewujudan ciri-ciri profesi lainnya, dan penghrgaan dari masyarakat umum terhadap para pelaksan bahwa ada organisasi dimana mereka menjadi anggotannya. [12]
6.      Tanggung jawab profesi
Tidaklah cukup bahwa suatu profesi itu hanya sekedar menggunakan teknik intelektual yang diaplikasikan secara praktis, tetapi profesi  tersebut harus juga mempertanggung jawabkan teknik intelektual tersebut. Teknik intelektual dalam bekerja di masyarakat hendaknya selalu diadakan pengkajian tentang nilai kegunaanya, dan jika mungkin mengambil sikap pasti terhadap masalah-masalah sosial yang dipengaruhi oleh hasil pekerjaan profesi tersebut.[13]
7.      Hubungan dengan profesi lain
Mungkin saja terdapat lebih dari satu profesi yang bekerja dalam
bidang terapn teknologi pendidikan ini. Masing-masing profesi ini satu sama lain saling berhubungan baik secara eksplisit maupun implisit dalam berprasi dibidang garapan tersebut. Hubungan ini harus diketahui, diidentifikasi, dan dikembangkan.[14]
Setiap profesi, harus mempunyai kode etik profesi. Sama halnya dengan kata profesi sendiri, penafsiran tentang kode etik juga belum memiliki pengertian yang sama. Kode etik suatu profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi di dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat. Norma-norma tersebut berisi petunjuk bagi anggota profesi tentang bagaimana mereka melaksakan profesinya dan larangan-larangannya, yaitu ketentuan-ketentuan tentang apa yang tidak boleh diperbuat oleh mereka, tidak saja daam menjalankan tugas profesi melainkan juga menyangkut tingkah laku anggota profesi pada umumnya dalam pergaula sehari-hari di masyarakat.[15]
Menurut R. Hermawan S secara umum tujuan mengadakan kode etik profesi adalah sebagai berikut:
a)      Untuk menjujung tinggi martabat profesi
Dalam hal ini kode etik dapat menjaga pandangan dan kesan dari pihak luar atau pihak masyarakat, agar mereka jangan sampai memandang remeh atau rendah terhadap profesi yang bersangkutan. Oleh karenanya setiap kode etik profesi melarang anggotanya bertindak atau berkelakuan yang dapat mencemarkan nama baik profesi terhadap dunia luar (kode kehormatan).

b)      Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya
Kesejahteraan disini meliputi kesejahteraan lahir (material) maupun kesejahteraan batin (spiritual). Dalam hal kesejahteraan lahir para anggota profesi, kode etik umumnya memuat larangan kepada para anggotanya untuk melakuka perbuatan yang merugikan kesejahteraan para anggotanya. Misalnya dengan menetapkan taraf minimum bagi honorarium anggota profesi dalam melaksakan tugasnya, sehingga siapa-siapa yang mengadakan taraf dibawah minimum aka dianggap tercela dan merugikan rekan-rekan seprofesi. Dalam hal kesejahteraan batin, kode etik umumnya memberikan petunjuk kepada para anggotanya untuk melaksakan profesinya. Misalnya dengan membatasi tingkah laku yang tidak pantas atau tidak jujur bagi para anggota profesi dalam berinteraksi dengan sesama rekan anggota profesi.[16]
c)      Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi
Tujuan lain kode etik dapat juga dengan peningkatan kegiatan pengabdian profesi, sehingga bagi para anggotanya dapat dengan mudah mengetahui tugas dan tanggung jawab pengabdiannya dalam melaksanakan tugasnya.
d)     Untuk meningkatkan mutu profesi
Untuk meningkatkan mutu profesi kode etik juga memuat norma-norma dan anjuran agar para anggota profesi selalu berusaha untuk meningkatkan mutu pengabdian para anggotanya.
e)      Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi
Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi maka diwajibkan setiap anggotanya untuk aktif berpatisipasi dalam membina organisasi dan kegiatan-kegiatan yang dirancang organisasi.[17]



BAB III
PENUTUP

                Kesimpulan
A.      Pengertian teknologi pendidikan
Teknologi pendidikan merupakan suatu cara yang sistematis dalam merancang, menerapkan, dan evaluasi seluruh proses kegiatan belajar mengajar sesuai dengan tujuan yang spesifik, berdasarkan penelitian terhadap pembelajaran dan komunikasi antara manusia, dan mendayagunakan kombinasi sumber daya manusia dan non-manusia untuk lebih mengefektifkannya.
B.       Peranan teknologi pendidikan
Saat terjadi perang dunia II, diperlukan banyak sekali tenaga terampil dalam mengoprasikan dan menangani peralatan perang. Seusai perang dunia II mulai dikembangkan pengalaman dikalangan angkatan bersenjata tersebut untuk keperluan pendidikan dan pelatihan maka muncullah istilah teknologi pendidikan.
C.       Teknologi pendidikan sebagai konstruk Teoritik
Teknologi pendidika ialah teori mengenai bagaimana masalah-masalah yang muncul dalam kegiatan belajar manusia diidentifikasikan dan dipecahkan.
D.      Teknologi pendidikan sebagai bidang garapan
Teknologi pendidikan ialah suatu bidang yang berkecimpung dalam penerapan suatu proses terpadu dan kompleks guna dapat menganalisi dan memecahkan masalah-masalah yang muncul dalam kegiatan belajar manusia.
E.       Teknologi pendidikan sebagai profesi
Teknologi pendidikan ialah suatu profesi terdiri atas suatu usaha teroganisir guna melaksanakan teori, teknik intelektual dan penerapan praktis dari teknologi pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA

Harjali. Teknologi Pendidikan. Ponorogo: STAIN Ponorogo  Press, 2011.
Miarso, Yusufhadi. Definisi Teknologi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994.
            . Menyamai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana, 2009.
            . Mozaik Teknologi Pendidikan. Jakarta: Renada Media  Kencana, 2004.
Soetjipto dan Raflis Kosasi. Profesi Keguruan. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004.


[1]Yusufhadi Miarso,  Mozaik Teknologi Pendidikan (Jakarta: Renada Media  Kencana, 2004), 302.

[2] Yusufhadi Miarso, Menyamai Benih Teknologi Pendidikan (Jakarta: Kencana, 2009), 66-67.
[3] Harjali, Teknologi Pendidikan  (Ponorogo: STAIN Ponorogo  Press, 2011), 2.
[4] Yusufhadi Miarso, Definisi Teknologi Pendidikan (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994), 23.
[5] Ibid., 162.
[6] Ibid., 24.
[7] Ibid., 163.
[8] Ibid., 164.
[9] Ibid., 165.
[10] Ibid., 26.
[11] Ibid.
[12] Ibid., 28.
[13] Ibid.
[14] Ibid., 29.
[15] Soetjipto dan Raflis Kosasi, Profesi Keguruan (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004), 30.
[16]  Ibid., 31.
[17]  Ibid., 32.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar