I. JUDUL
PENELITIAN
POLA INTEGRASI PEMBINAAN SOFT
SKILLS DAN HARD SKILLS SANTRI DALAM KEGIATAN EKSTRAKURIKULER DI
PONDOK PESANTREN FATHUL MUNA SAMBIT PONOROGO TAHUN AJARAN 2017/2018
II. LATAR
BELAKANG MASALAH
Soft skills
dan hard skilss merupakan dua hal yang tidak dapat terpisahkan antara
satu dan lainnya dalam diri seseorang jika orang tersebut ingin meraih kesuksesan
dalam bidang yang disukainya. Hard skills mengacu kepada kemampuan
teknis dan pengetahuan yang diperlukan untuk melakukan perkejaan, namun soft
skills memungkinkan anda menggunakan kemampuan teknis lebih efektif.[1]
Hard
Skillss dapat diartikan sebagai keterampilan seseorang dalam
hal penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan keterampilan teknis yang
berhubungan dengan bidang ilmunya. Ia berhubungan dengan kemampuan olah pikir
(kognitif) dan kemampuan olah fisik (psikomotorik). Dengan kata lain, haard skillss merupakan respresentasi
dari kecerdasan intelektual dan juga kecerdasan kinestetik. Dalam konsep
UNESCO, hard skillss merupakan
ekspektasi dari pilar pendidikan learning
to know dan learning to do.
Sementara itu soft skillss adalah keterampilan seseorang dalam mengatur dirinya
sendiri (intrapersonal skillss) yang
dapat meningkatkan kinerja secara optimal dan keterampilan seseorang dalam berhubungan
dengan orang lain (interpersonal skillss).
Ia berkaitan dengan kemampuan afektif dan berada di luar ranah teknis dan
akademik sehingga bersifat psikologis. Konsep soft skillss merupakan istilah sosiologis yang merupakan
representasi dari kecerdasan emosional. Dalam konsep UNESCO, soft skillss merupakan ekspektasi dari
pilar pendidikan learning to be dan learning to life together.[2]
Ada sebuah teori yang menyatakan bahwa
semakin baik pendidikan yang diterima maka semakin kompleks soft skills
anak-anak. Begitu pula sebaliknya. Sebuah paket pendidikan yang direncanakan
yang dapat meningkatkan soft skills anak-anak akan menyebabkan arahan di
sekolah semakin baik. Termasuk dalam proses belajar ada contoh yang bisa
dilihat dan ditiru.[3] Dengan
begitu lingkungan pendidikan sangat berpengaruh bagi perkembangan soft skills
dan hard skills seseorang terutama anak-anak.
Lingkungan pendidikan ada tiga, yaitu di
sekolah/pondok pesantren, di rumah dan di masyarakat. Dari ke tiga lingkungan
pendidikan tersebut pondok pesantren lah satu-satunya lingkungan pendidikan
sekaligus lembaga pendidikan yang peserta didiknya (santri) berada dalam pondok
24 jam non stop. Tentu saja hal tersebut menjadikan pondok pesantren
sebagai tempat yang tepat untuk mengintegrasikan pembinaan soft skills
dan hard skills. Secara terminologis, pesantren didefeinisikan sebagai
lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, mendalami,
menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral
keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari. Perlu dijelaskan bahwa
pengertian “tradisional” dalam definisi ini bukan berarti kolot dan ketinggalan
zaman, tetapi menunjuk pada pengertian bahwa lembaga ini telah hidup sejak
ratusan tahun yang lalu.[4]
Dalam pemakaian
sehari-hari, istilah pesantren bisa disebut dengan pondok saja atau kedua kata
ini digabung menjadi pondok pesantren. Asrama yang menjadi penginapan santri
sehari-hari dapat dipandang sebagi pembeda antara pondok dan pesantren. Pada
pesantren santrinya tidak disediakan asrama (pemondokan) di kompleks pesantren
tersebut, mereka tinggal di seluruh desa sekeliling pesantren (santri kalong)
dimana cara dan metode pendidikan dan pengajaran agama Islam diberikan dengan
sistem wetonan yaitu para santri datang berduyun-duyun pada waktu-waktu
tertentu.[5]
Secara umum
pesantren dapat diklasifikasikan menjadi dua, yakni pesantren salaf
(tradisional) dan pesantren khalaf
(modern). Sebuah pesantren disebut pesantren salaf jika dalam kegiatan
pendidikannya semata-mata berdasarkan pada pola-pola pengajaran klasik atau
lama, yakni pengajian kitab kuning dengan metode pembelajaran klasik atau lama
serta belum dikombinasikan dengan pola pendidikan modern. Jenis pondok ini pun
dapat meningkat dengan membuat kurikulum tersendiri, dalam arti kurikulum ala
pondok pesantren yang bersangkutan yang disusun sendiri berdasarkan ciri khas
yang dimiliki oleh pondok pesantren. Pesantren khalaf adalah pesantren yang
disamping tetap dilestarikannya unsur-unsur utama pesantren, juga memasukkan ke
dalamnya unsur-unsur modern yang ditandai dengan sistem atau klasikal atau
sekolah dan adanya ilmu-ilmu umum yang digabungkan dengan pola pendidikan
pesantren klasik. Dengan demikian pesantren modern merupakan pendidikan
pesantren yang diperbarui atau dipermodern pada segi-segi tertentu untuk
disesuaikan dengan sistem sekolah. Pesantren ini selain menyelenggarakan
kegiatan kepesantrenan juga menyelenggarakan kegiatan pendidikan fornal (jalur
sekolah), baik itu jalur umum (SD, SMP, dan SMK) maupun jalur berciri khas
agama Islam (MI, MTs, MA, MAK). Biasanya kegiatan pembelajaran kepesantrenan
pada pondok pesantren ini memiliki kurikulum pondok pesantren yang klasikal dan
berjenjang.[6]
Tujuan
diselenggarakannya pendidikan pesantren secara umum adalah membimbing peserta
didik (santri) yang dengan bekal ilmu agamanya mereka sanggup menjadi mubaligh
untuk menyebarkan ajaran Islam dalam masyarakat sekitar melalui ilmu dan
amalnya. Sedangkan tujuan khususnya adalah mempersiapkan peserta didik (para
santri) untuk menjadi orang alim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh kyai yang
bersangkutan, serta dalam mengamalkan dan mendakwahkannya dalam masyarakat.[7]
Tujuan Instruksional Pesantren yang lebiih luas dengan tetap mempertahankan
hakikatnya dan diharapkan menjadi tujuan pesantren secara nasional pernah
diputuskan dalam Musyawarah/Lokakarya Intensifikasi Pengembangan Pondok
Pesantren di Jakarta yang berlangsung pada tanggal 2 s.d. 6 Mei 1978. Tujuan
umum pesantren adalah membina warga negara agar berkepribadian Muslim sesuai
dengan ajaran agama Islam dan menanamkan rasa keagamaan tersebut pada semua
segi kehidupannya serta menjadikannya sebagai orang yang berguna bagi agama,
masyarakat dan negara.[8]
Walaupun
pesantren sering diasumsikan sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di
Indonesia, setelah rumah tangga; tetapi perhatian para peneliti terhadap
pesantren dapat dikatakan belumlah terlalu lama dimulai. Oleh karena itu, masih
banyak sisi-sisi lain dari pesantren yang perlu dielaborasi dan diteliti lebih
lanjut. Apalagi jumlah pesantren di Indonesia terbilang sangat banyak dan
terbesar di hampir seluruh pelosok nusantara. Juga, antara satu pesantren
dengan pesantren lainnya dipastikan memiliki begitu banyak perbedaan di samping
persamaan pada elemen-elemen pokoknya. Tafsir menulis bahwa pesantren sebagai
komunitas dan sebagai lembaga pendidikan yang besar jumlahnya dan luas
penyebarannya di berbagai pelosok tanah air telah banyak memberikan saham dalam
pembentukan manusia Indonesia yang religius. Bahkan lembaga tersebut telah banyak
melahirkan pemimpin bangsa di masa lalu, kini, dan agaknya juga di masa datang.
Lulusan pesantren tak pelak lagi banyak yang mengambil partisipasi aktif dalam
pembangunan bangsa.[9]
Sebagian
masyarakat masih menganggap pondok pesantren tetap sebuah lembaga pendidikan
tradisional yang bersifat klasik atau kuno. Dimana hanya mempelajari ilmu-ilmu
pengetahuan agama Islam saja dan mengesampingkan pengetahuan umum lainnya.
Pandangan ini muncul karena memang pesantren pada mulanya hanya bertujuan
mencetak kader-kader Ulama. Namun pada kenyataannya, mayoritas pesantren saat
ini telah mengembangkan sistem pendidikannya dengan memunculkan berbagai macam
ekstrakurikuler atau kegiatan yang bertujuan agar santri yang sudah lulus dari
pesantren dapat bersaing di dunia luar baik dalam bidang sosial, agama, budaya
dan ekonomi.
Jika diamati jumlah pesantren di daerah
Ponorogo, sekitar 75% diantaranya telah membuka berbagai macam ekstrakurikuler.
Pondok Pesantren Fathul Muna Sambit misalnya, telah memiliki sepuluh ekstrakurikuler
yang diantaranya: Institut Jujitsu Indonesia, Hadroh, Pidato, Khutbah Walimah,
Khutbah Jumat dan Ied, Dzibaiyah dan al-Barzanji, Dzikir Fidha, Qiro’ah, Ternak
ayam dan berkebun.
Tujuan penting kegiatan ekstrakurikuler ini
adalah sebagai wahana pengembangan keterampilan santri lebih khusus sebagai
sarana pembinaan soft skills dan hard skills-nya. Karena dalam
aplikasinya, semua kegiatan ekstrakurikuler yang ada membutuhkan komunikasi
satu dengan yang lainnya. Mereka akan belajar bagaimana cara bersosialisasi,
bermasyarakat, bersikap dan bertindak. Semuanya mereka pelajari termasuk
bagaimana cara penyelenggara ekstra mengatur anggotanya, bagaimana cara
interaksi antar anggota dan bagaimana cara semua anggota ekstra berkomitmen
terhadap tugas dan kewajibannya.
Berdasarkan uraian di atas, penulis sangat tertarik
untuk mengkaji lebih lanjut tentang pendidikan pondok pesantren kaitannya
dengan pola integrasi pembinaan keterampilan (soft skills dan hard
skills) melalui pengembangan ekstrakurikuler, dalam sebuah skripsi yang
berjudul “POLA INTEGRASI PEMBINAAN SOFT
SKILLS dan HARD SKILLS SANTRI DALAM KEGIATAN EKSTRAKURIKULER di
PONDOK PESANTREN FATHUL MUNA SAMBIT PONOROGO TAHUN AJARAN 2017/2018”.
III.
FOKUS PENELITIAN
Mengingat luasnya cakupan pembahasan, keterbatasan
waktu dan biaya, maka peneliti memberikan fokus masalah sebagai berikut:
1. Pola
integrasi pembinaan soft skills dan hard skills santri.
2. Kegiatan
ekstrakurikuler di pondok pesantren Fathul Muna Sambit Ponorogo.
IV. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana
pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler yang ada di pondok pesantren Fathul Muna
Sambit Ponorogo Tahun
Ajaran 2017/2018 ?
2. Bagaimana
pola integrasi pembinaan soft skills dan hard skills santri dalam
kegiatan ekstrakurikuler di pondok pesantren Fathul Muna Sambit Ponorogo Tahun Ajaran 2017/2018 ?
V. TUJUAN
PENELITIAN
Adapun
tujuan dari penelitian ini sesuai dengan apa yang menjadi permasalahan yang
dikaji yaitu:
1. Untuk
mengetahui pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler yang ada di pondok pesantren
Fathul Muna Sambit Ponorogo
Tahun Ajaran 2017/2018.
2. Untuk
mengetahui pola integrasi pembinaan soft skills dan hard skills
santri dalam kegiatan ekstrakurikuler di pondok pesantren Fathul Muna Sambit
Ponorogo Tahun Ajaran 2017/2018.
VI. MANFAAT
PENELITIAN
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi nilai guna
pada berbagai pihak, yaitu:
1. Secara
Teoritis
Hasil penelitian
ini diharapkan dapat memperkaya khazanah keilmuan bidang agama Islam, lebih
khusus pada pola integrasi pembinaan soft skills dan hard skills santri
dalam kegiatan ekstrakurikuler di pondok pesantren Fathul Muna Sambit dan juga
bisa sebagai bahan referensi dan tambahan pustaka pada perpustakaaan IAIN Ponorogo.
2. Secara
praktis
a.
Bagi Pengasuh Pesantren
Hasil penelitian
ini bisa menjadi acuan untuk mengambil kebijakan yang dapat meningkatkan
kualitas pembinaan soft skills dan hard skills santri terutama di
lingkungan pesantren yang dipimpin.
b.
Bagi Uztadz
Hasil
penelitian diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai masukan untuk menemukan
pengembangan ekstrakurikuler yang lebih efektif guna membina soft skills
dan hard skills santri.
c.
Bagi Santri
Hasil
penelitian diharapkan agar santri lebih aktif lagi dalam kegiatan
ekstrakurikuler, agar kelak mampu menjadi pribadi yang bisa diharapkan oleh
semua pihak sebagai penerus perjuangan Islam.
d.
Bagi Peneliti yang akan datang
Hasil penelitian
ini diharapkan bisa menjadi pijakan dalam perumusan desain penelitian lanjutan
yang lebih mendalam dan lebih komprehensif khususnya yang berkenaan dengan
penelitian.
VII.
LANDASAN TEORI DAN TELAAH HASIL
PENELITIAN TERDAHULU
A. Landasan
Teori
1.
Pembelajaran Terpadu Tipe Integrasi
a.
Pengertian
Model ini merupakan pembelajaran yang menggunakan
pendekatan antar bidang studi. Model ini diusahakan dengan cara menggabungkan
bidang studi dengan cara menetapkan prioritas kurikuler dan menemukan
keterampilan, konsep dan sikap yang saling tumpang tindih di dalam beberapa
bidang studi.[10] Model
integrasi merupakan perpaduan dari
sejumlah topik atau bahan ajar yang berbeda-beda tapi esensinya sama dalam
sebuah tema tertentu. model ini berangkat dari tumpang tindih konsep
pengalaman, keterampilan, dan sikap yang menuntut adanya pengintegrasian
multidisiplin. Dalam kaitan ini, perlu adanya satu tema yang dapat ditinjau
dari berbagai disiplin ilmu dalam pemecahan topik masalah.[11]
Dalam
pengertian lain model integrasi juga diartikan sebagai bentuk pembelajaran yang
memadukan sebuah konsep dari sejumlah mata pelajaran melalui hubungan
tujuan-tujuan, isi, keterampilan, aktifitas dan sikap. Dengan kata lain, bentuk
pembelajaran integrasi merupakan pembelajaran antar mata pelajaran yang
ditandai oleh adanya pemanduan tujuan, kemampuan, sikap dari berbagai mata
pelajaran dalam topik tertentu secara utuh.[12]
Penjelasan
Forgaty tentang integrasi lebih luas, dalam pengertian mewadahi berbagai
pandangan tentang konsep integrasi itu sendiri. Sebab kalau dilihat lebih jauh,
konsep integrasi dalam kurikulum dan pembelajaran menurut pandangan Sadler
dalam Concept of Primary Education, ternyata terdapat sejumlah
pemaknaan. Dimana kejelasan akan framework yang digunakan, apa yang akan
diintegrasikan dan prinsip-prinsip yang akan dijadikan landasan kerja integrasi
sangat penting. Tanpa itu semua, berbicara tentang integrasi menjadi tidak
bermakna, (meaningless). Merujuk pada penjelasan Sadler, ada tiga konsep
dasar tentang ide integrasi dalam kurikulum dan pembelajaran yaitu integrasi
yang berbasis pada konsep “wholeness”, ide integrasi berbasis pada
kebutuhan (siswa), dan integrasi berbasis disiplin ilmu. Masing-masing memiliki
logika tersendiri.[13]
b. Tahapan
Pada
tahap awal hendaknya guru membentuk tim antar bidang studi untuk menyelesaikan
konsep-konsep, keterampilan-keterampilan dan sikap-sikap yang akan dibelajarkan
dalam satu semester tertentu untuk beberapa bidang studi. Langkah berikutnya
dipilih beberapa konsep, keterampilan dan sikap yang mempunyai keterhubungan
yang erat dan tumpang tindih di antara bidang studi.[14]
Bidang studi yang diintegrasikan misalnya matematika, fisika, seni dan bahasa
dan pelajaran sosial. Selain itu juga bisa pada ekstrakurikuler seperti pidato,
khutbah, bela diri dan sebagainya.
Fokus
pengintegrasian pada sejumlah keterampilan belajar yang ingin dilatihkan
seorang guru kepada siswanya dalam suatu unit pembelajaran untuk ketercapaian
materi pelajaran (content). Keterampilan-keterampilan belajar itu
menurut Forgaty meliputi berpikir (thinking skils), keterampilan sosial
(social skill) dan keterampilan mengorganisir (organizing skill).[15]
c. Kelebihan
dan kekurangan
Tipe integrasi memiliki
kelebihan yaitu:
1)
Adanya kemungkinan pemahaman antar bidang
studi, karena dengan memfokuskan pada isi pelajaran, strategi berpikir,
keterampilan sosial dan ide-ide penemuan lain, satu pelajaran dapat mencakup
banyak dimensi sehingga pembelajaran siswa mejadi semakin diperkaya dan
diperkembang.
2)
Memotivasi siswa dalam belajar[16]
3)
Memberikan perhatian pada berbagai
bidang yang penting dalam satu saat. Tipe ini tidak memerlukan penambahan waktu
untuk bekerja dengan guru lain. Dalam tipe ini guru tidak perlu mengulang
kembali materi yang tumpang tindih, sehingga tercapailah efisiensi dan
efektifitas pembelajaran.
Kekurangan tipe
integrasi antara lain:
1)
Terletak pada guru, yaitu guru harus
menguasai konsep, sikap dan keterampilan yang diprioritaskan.
2)
Penerapannya, yaitu sulitnya menerapkan
tipe ini secara penuh.
3)
Tipe ini memerlukan tim antar bidang
studi, baik dalam perencanaannya maupun pelaksanaannya
4)
Pengintegrasian kurikulum dengan
konsep-konsep dari masing-masing bidang studi menuntut adanya sumber belajar
yang beraneka ragam.[17]
2.
Konsep dasar soft skills dan
hard skills
a.
Pengertian soft skills dan hard
skills
Hard Skillss dapat
diartikan sebagai keterampilan seseorang dalam hal penguasaan ilmu pengetahuan,
teknologi dan keterampilan teknis yang berhubungan dengan bidang ilmunya. Ia
berhubungan dengan kemampuan olah pikir (kognitif) dan kemampuan olah fisik
(psikomotorik). Dengan kata lain, haard
skills merupakan respresentasi dari kecerdasan intelektual dan juga
kecerdasan kinestetik. Dalam konsep UNESCO, hard
skills merupakan ekspektasi dari pilar pendidikan learning to know dan learning
to do.
Sementara itu soft
skills adalah keterampilan seseorang dalam mengatur dirinya sendiri (intrapersonal skills) yang dapat
meningkatkan kinerja secara optimal dan keterampilan seseorang dalam
berhubungan dengan orang lain (interpersonal
skills). Ia berkaitan dengan kemampuan afektif dan berada di luar ranah
teknis dan akademik sehingga bersifat psikologis. Konsep soft skills merupakan istilah sosiologis yang merupakan
representasi dari kecerdasan emosional. Dalam konsep UNESCO, soft skills merupakan ekspektasi dari
pilar pendidikan learning to be dan learning to life together.[18]
b.
Integrasi soft skills dan hard
skills
Soft skills merupakan pendukung
yang sangat berperan nantinya. Seorang ilmuwan yang tidak memiliki kepandaian
berkomunikasi, maka dia akan mudah tersisih dari sebuah kelompok seprofesinya.
Jika titel ilmuwan sudah dicapai namun tidak dapat mengambil inisiatif maka
ilmunya tidak akan terpakai.
Sisi yang sama juga terpakai logika di atas. Seorang
yang terampil bekerja namun tidak memiliki komunikasi yang baik maka
keterampilannya tidak akan banyak diketahui oleh orang. Keterampilan yang
tinggi kalau tidak mampu bekerja secara berkelompok maka tidak akan bisa
bekerja secara devison of labor. Dan kemudian akan bekerja secara
sendiri-sendiri. Ciri demikian tidak bisa terpakai pada zaman sekarang.[19]
Soft
skills melengkapi hard skills dan sangat penting bagi kesuksesan
apakah di sekolah / perguruan tinggi, di tempat kerja atau yang lainnya.[20]
Soft skills melengkapi hard skills dan sangat penting bagi
kesuksesan di tempat kerja yang keras. Seseorang bisa memiliki semua kemampuan
teknis di dunia ini, tetapi jika orang tersebut tidak mampu menjual gagasannya,
bergaul dengan orang lain atau menyerahkan pekerjaannya tepat waktu, ia tidak
mencapai kemajuan apa-apa.[21]
Sebagai
contoh ada sebuah kisah fiksi tentang guru Matematika. Seorang yang sejak
kecilnya bercita-cita menjadi guru
bekerja keras di sekolah dan mecoba memasuki pendidikan lanjutan. Dia lulus di
Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu pendidikan (STKIP) jurusan Matematika. Dia
belajar secara sungguh-sungguh sehingga nilai matematika yang ia peroleh paling
memuaskan A. Setelah tamat ia melamar menjadi guru Matematika. Penguasaan ilmu
Matematika dan sekaligus mengajarkan Matematika yang baik merupakan hard
skills.[22]
Ketika seorang guru matematika
sudah menguasai ilmu dan juga mengajarkan kepada anak didik. Maka masih banyak
persyaratan agar guru tadi menjadi sukses dalam hidup dan karirnya. Ketika dia
bagus mendidik, namun tidak memiliki sifat ramah, maka guru Matematika tadi
tidak akan disukai oleh anak didik. Ketika guru tadi tidak disiplin bekerja,
malas dan tidak banyak inisiatif, maka guru di atas kurang soft skills
nya.[23]
3.
Unsur-unsur Soft Skills
a. Kesadaran
Diri
Keadaran diri adalah kemampuan untuk mengenali dan
memahami kekuatan, kelemahan, kebutuhan, nilai-nilai, ambisi, suasana hati,
emosi, dorongan diri anda sendiri dan dampaknya terhadap orang lain. Pengaturan
diri adalah kemampuan untuk mengendalikan atau memberi arah impuls dan suasana
hati yang merusak. Kesadaran diri dan pengaturan diri memiliki dampak pada
kepercayaan diri, menjadi bisa percaya, memiliki integritas dan terbuka untuk
belajar. Ini merupakan proses batin dan spiritiual yang berhubungan dengan
kecerdasan emosional.[24]
b. Manajemen
Diri
Manajemen diri adalah kemampuan dalam mengelola diri
sendiri yang meliputi beberapa wilayah seperti mengelola emosi, mengelola
waktu, mengelola prioritas, mengelola energi, mengelola pikiran, mengelola
kata, mengelola kehidupan pribadi, mengetahui kekuatan dan mengetahui cara
melakukan pekerjaan.[25]
c. Kecerdasan
Sosial
Kesadaran atau kecerdasan sosial merujuk kepada
spektrum yang menentang dan secara instan merasa keadaan batiniah orang lain
sampai memahami perasaan dan pikirannya, untuk mendapatkan situasi sosial yang
rumit. Hal ini meliputi:
1) Empati
Dasar : perasaan dengan orang lain; merasakan isyarat-isyarat emosi nonverbal.
2) Penyelarasan
: mendengarkan dengan reseptivitas: menyelaraskan diri pada seseorang.[26]
Penyelarasan adalah perhatian yang melampaui empati
sesaat ke kehadiran yang memperlancar hubungan baik. Seseorang menawarkan
perhatian total kepada orang lain dan mendengarkan sepenuhnya. Ia berusaha
memahami orang lain lebih daripada menyampaikan yang ia maksud.[27]
3) Ketepatan
Empatik
Inti empati adalah telinga yang tertata dengan
tepat. Mendengarkan dengan baik diperlukan secara mutlak demi keberhasilan
suatu pekerjaan. Orang yang tidak dapat atau tidak bersedia mendengarkan adalah
orang yang acuh tak acuh dan tidak peduli, yang pada gilirannya membuat orang
lain enggan berkomunikasi lagi.
d. Manajemen
Hubungan
Brian Tracy, salah satu sosok paling ternama dalam hal
kesuksesan dan pencapaian pribadi, menyatakan di Amerika kecerdasan terpenting
dan paling dihargai adalah kecerdasan sosial, yakni kemampuan bergaul dengan
baik dengan orang lain. Delapan puluh lima persen kesuksesan hidup ditentukan
oleh kecakapan sosial, kemampuan berinteraksi secara positif dan efektif dengan
orang lain serta memperoleh kerjasama dengan orang lain untuk mencapai tujuan.
Untuk membangun hubungan yang baik, orang harus
memahami unsur-unsur yang sehat. Ketika ada sesuatu yang tidak beres, sinyal
intuitif memberitahunya. Setidaknya ada tiga unsur yang esensial antara
pemimpin dengan pengikutnya yaitu kepercayaan, saling menghargai/menghormati
dan komunikasi.[28]
4.
Lahirnya Soft Skills
Beberapa
kemungkinan penjelasan bahwa soft skills tidak lahir begitu saja dalam
diri seseorang, dalam hal ini adalah dalam diri peserta didik. Butuh proses
yang tidak sebentar dan tidak mudah dalam pembentukan soft skills
sehingga bisa dicapai serta diintegrasikan dengan hard skills. Diantara
faktor-faktor yang dapat melahirkan soft skills dianataranya adalah:
a. Rintangan
yang dilalui oleh seseorang, semakin berat rintangan semakin matang dalam
menghadapi berbagai masalah. Rintangan itu dilihat sebagai hal yang positif,
apakah itu berupa tantangan alam maupun pekerjaan yang begitu kompleks.
b. Pendidkan
formal yang dilalui. Semakin baik pendidikan yang diterima maka semakin
kompleks soft skills seseorang, begitu juga sebaliknya. Paket pendidikan yang
memberikan porsi pembinaan soft skils lebih banyak akan menyebabkan arahan di
sekolah semakin baik. Termasuk dalam proses belajar ada contoh yang bisa di
lihat dan ditiru.
c. Lingkungan
yang kondusif. Dapat menyebabkan munculnya berbagai bentuk soft skills. Sebagai
contoh ketika sebuah lingkungan mendorong
untuk bersikap sopan santun dan bertutur kata yang baik maka akan lahirlah
generasi yang memiliki sopan santun dan
talenta bahasanya juga baik.
d. Learning
by doing. Alias belajar sendiri, yaitu belajar sambil melakukan, dengan kata
lain belajar teori sekaligus dengan prakteknya. Cara ini merupakan cara yang
ampuh untuk belajar agar apa yang dipelajari lebih melekat dalam memori peserta
didik. Belajar sendiri memanglah membutuhkan
fasilitas dan arahan, namun ketika kunci-kunci belajar diperoleh secara
baik, maka akan memudahkan seseorang untuk menggali sampai diperoleh suatu
pemaknaan.[29]
Siapa yang melahirkan soft skills ? sudah jelas soft
skills dapat dilakukan oleh mereka yang paling dekat dengan perkembangan anak.
Pertama
adalah orang tua,khususnya ibu yang dikembangkan di rumah. Kemudian
pengembangan soft skills dapat pula dikembangkan saat anak-anak menempuh
pendidikan di sekolah, tentunya guru berperan besar. Selain itu soft skills
juga dapat berkembang pada lingkungan anak-anak dimana dia dibesarkan.[30]
5.
Kegiatan Ekstrakurikuler
e. Pengertian
Kegiatan Ekstrakurikuler
Kegiatan Ekstrakurikuler adalah kegiatan yang
dilakukan santri
di pondok pesantren, di luar jam belajar
kurikulum
standar.
Kegiatan-kegiatan ini ada pada setiap
jenjang pendidikan dari sekolah dasar sampai universitas. Kegiatan
ekstrakurikuler ditujukan agar santri dapat mengembangkan kepribadian, bakat,
dan kemampuannya di berbagai bidang di luar bidang akademik. Kegiatan ini
diadakan secara swadaya dari pihak pondok pesantren maupun santri itu sendiri
untuk merintis kegiatan di luar jam pelajaran pondok pesantren.[31]
Sejalan
dengan yang diungkapkan oleh Suryosubroto bahwa kegiatan ekstrakurikuler adalah
kegiatan di luar jam belajar biasa yang bertujuan agar peserta didik mampu
memperkaya pengetahuan dan kemampuannya.[32]
Lebih jauh lagi kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan di luar mata pelajaran
dan pelayanan konseling untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan
kebutuhan, potensi, bakat dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus
diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang memiliki
kemampuan dan kewenangan di sekolah atau madrasah.[33]
Untuk selanjutnya kegiatan ekstrakurikuler disebut ekstrakurikuler.
Pengertian lain menyebutkan bahwa
ekstrakurikuler adalah kegiatan yang dilakukan di luar jam terjadwal dan
dilaksanakan secara berkala atau hanya dilaksanakan pada waktu tertentu
termasuk pada waktu libur, yang dilakukan di sekolah atau di luar sekolah
dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan peserta didik, mengenal hubungan
antar berbagai mata pelajaran, menyalurkan bakat minat serta melengkapi upaya
pembinaan manusia seutuhnya.[34]
Dengan
demikian yang dimaksud dengan ekstrakurikuler adalah serangkaian kegiatan
pengembangan bakat minat yang dilakukan di luar jam tatap muka biasa guna
menunjang realisasi kurikulum agar dapat memperluas wawasan, pengetahuan,
keahlian, dan kemampuan peserta didik dalam menghayati apa yang telah
dipelajari dalam kegiatan intrakurikuler. Hal yang tidak kalah pentingnya
adalah ekstrakurikuler sebagai upaya pembinaan soft skills serta
pembinaan hard skills.
f. Jenis
Ekstrakurikuler
Ekstrakurikuler
dibagai menjadi dua jenis, yaitu bersifat rutin dan bersifat periodik.
Ekstrakurikuler yang bersifat rutin adalah bentuk ekstrakurikuler yang
dilaksanakan secara terus-menerus, seperti: latihan bola voly, latihan sepak
bola, latihan hadroh, latihan qiro’ah dan sebagainya, sedangkan ekstrakurikuler
yang bersifat periodik adalah bentuk kegiatan yang dilaksanakan pada waktu
tertentu saja, seperti lintas alam, kemping, pertandingan olahraga dan
sebagainya.[35]
g. Nilai
dan Kegunaan Ekstrakurikuler
Ekstrakurikuler
memiliki nilai dan kegunaan sebagai berikut:
1) Memenuhi
kebutuhan kelompok.
2) Menyalurkan
bakat dan minat.
3) Memberikan
pengalaman dan eksploratif.
4) Mengembangkan
dan mendorong motivasi terhadap mata pelajaran.
5) Mengikat
para peserta didik di lembaga pendidikan.
6) Mengembangkan
loyalitas terhadap lembaga pendidikan.
7) Mengintegrasikan
kelompok-kelompok sosial.
8) Mengembangkan
sifat-sifat tertentu.
9) Memberikan
kesempatan pemberian bimbingan dan layanan secara terformat.[36]
h. Asas
Pelaksanaan Ektrakurikuler
1) Harus
dapat meningkatkan pengayaan peserta didik, baik ranah kognitif, afektif maupun
psikomotorik.
2) Memberi
tempat serta mendorong penyaluran bakat dan minat peserta didik sehingga mereka
terbiasa melakukan kesibukan yang positif.
3) Adanya
perencanaan yang telah diperhitungkan secara matang sehingga tujuan dari
ekstrakurikuler dapat tercapai.
4) Adanya
monitoring pelaksanaan kegiatan serta evaluasi program.[37]
i.
Tujuan dan Fungsi Ekstrakurikuler
1) Meningkatkan
pemahaman terhadap agama sehingga mampu mengembangkan dirinya sejalan dengan
norma-norma agama dan mampu mengamallkan dalam perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi dan budaya.
2) Meningkatkan
kemampuan peserta didik sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan
timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam semesta.
3) Menyalurkan
dan mengembangkan potensi dan bakat peserta didik agar dapat menjadi manusia
yang berkreatifitas tinggi dan penuh karya.
4) Melatih
sikap disiplin, kejujuran, kepercayaan dan tanggung jawab dalam melaksanakan
tugas.
5) Menumbuhkembangkan
akhlak Islami yang mengintegrasikan hubungan dengan Allah, Rasul, manusia, alam
semesta dan diri sendiri.
6) Mengembangkan
sensitifitas peserta didik dalam melihat persoalan sosial-keagamaan sehingga
menjadi insan yang proaktif terhadap permasalahan sosial dan dakwah.
7) Memberi
peluang peserta didik agar memliki kemampuan untuk komunikasi dengan baik,
secara verbal dan non verbal.
8) Melatih
kemampuan peserta didik untuk bekerja dengan sebaik-baiknya secara mandiri
maupun kelompok.
9) Menumbuh
kembangkan kemampuan peserta didik untuk memecahkan masalah sehari-hari.[38]
j.
Prinsip-prinsip Ekstrakurikuler
Dengan
berpedoman pada tujuan dan maksud
ekstrakurikuler dapat ditetapkan prinsip-prinsip program ekstrakurikuler
sebagai berikut:
1) Semua
murid, guru dan personel administrasi hendaknya ikut serta dalam meningkatkan
program.
2) Kerja
sama dalam tim adalah fundamental.
3) Pembatasan-pembatasan
untuk partisipasi hendaknya dihindarkan.
4) Porsesnya
adalah lebih penting daripada hasil.
5) Program
hendaknya cukup komprehensif dan seimbang dapat memenuhi kebutuhan dan minat
semua siswa.
6) Program
hendaknya memenuhi kebutuhan khusus sekolah.
7) Program
harus dinilai berdasarkan kontribusinya pada nilai-nilai pendidikan di sekolah
dan efisiensi pelaksanaannya.
8) Kegiatan
ini hendaknya menyediakan sumber-sumber motivasi yang kaya bagi pengajaran
kelas, sebaliknya pengajaran kelas hendaknya juga menyediakan sumber motivasi
yang kaya bagi kegiatan murid.
9) Ekstrakurikuler
ini hendaknya dipandang sebagai integral dari keseluruhan program di sekolah,
tidak sekedar tambahan atau sebagai kegiatan yang berdiri sendiri.
Dalam usaha membina dan mengembangkan program ekstrakurikuler
hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Materi
kegiatan yang dapat memberi pengayaan bagi siswa.
2) Sejauh
mungkin tidak terlalu membebani siswa.
3) Memanfaatkan
potensi dalam lingkungan.
4) Memanfaatkan
kegiatan-kegiatan industri dan dunia usaha.[39]
Adapun langkah-langkah pelaksanaan ekstrakurikuler
diantaranya adalah:
1) Ekstrakurikuler
yang diberikan kepada siswa secara individual atau kelompok ditetapkan oleh
sekolah berdasarkan minat siswa, tersedianya fasilitas yang diperlukan serta
adanya guru atau petugas untuk itu, bilamana kegiatan tersebut memerlukannya.
2) Kegiatan-kegiatan
yang direncanakan untuk diberikan kepada siswa telah dipertimbangkan
keselamatannya dan kemampuan siswa serta kondisi sosial budaya setempat.
Salah
satu ciri yang membedakan ekstrakurikuler dengan kegiatan OSIS adalah dalam hal
penilaian. Apabila suatu kegiatan di sekolah dinyatakan sebagai ekstrakurikuler
maka peserta kegiatan tersebut berhak mendapat nilai B, C, K yang dinyatakan
dalam rapor. Sedangkan peserta kegiatan OSIS tidak memperoleh nilai tersebut.[40]
B. TELAAH
HASIL PENELITIAN TERDAHULU
Di
samping memanfaatkan berbagai teori yang relevan dengan bahasan ini penulis
melakukan kajian terhadap penelitian-penelitian terdahulu yang ada relevansinya
dengan penelitian ini. Diantaranya adalah:
1. Penelitian
oleh Ahmad Shoin Akromuddin, NIM 3211103036 yang berjudul “Strategi Pondok
Psantren Dalam Pembinaan Life Skill (Kecakapan Hidup) Santri Melalui kegiatan
Ekstrakurikuler di Pondok Pesantren Panggung Tulungagung” Skripsi tahun 2014.
Dari penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan:
a) Upaya
pembinaan ketrampilan hidup (life skill) santri di pondok pesantren
Panggung Tulungagung, yaitu: dengan menggunakan
sistem keterpaduan antara ilmu umum dan ilmu agama, supaya bisa meningkatkan pengetahuan
dan wawasan santri sebelum terjun ke masyarakat.
b) Bentuk-bentuk
kegiatan pembinaan ketrampilan hidup (life skill) santri di pondok
pesantren Panggung Tulungagung, yaitu: Pencak Silat Pagar Nusa, Hadrah,
Qiro’at, Pidato, Pembawa Acara (pranoto adicoro), Koperasi Santri.
c) Faktor
pendukung dan penghambat pembinaan ketrampilan hidup (life skill) santri
di pondok pesantren Panggung Tulungagung, yaitu: letak Pondok Pesantren
Panggung yang bearada di lingkungan perkotaan menjadi salah satu faktor
pendukung pembinaan life skill (ketrampilan hidup) santri, selain ada 16
lembaga pendidikan lainnya di lingkungan Pondok Pesantren Panggung yang secara
tidak langsung menjadi pendukung keefektifan pembinaan life skill (ketrampilan hidup) santri. Sedangkan dalam pengembangan pembinaan life skill (ketrampilan
hidup) santri yang berbasis tekhnologi terhambat oleh biaya dan tenaga
pengajar.
2. Penelitian
olehMohammad Aminulloh, S.Pd. I. Alumni STAIN Ponorogo Tahun 2011 yang berjudul
“peningkatan life skills siswa melalui program pengembangan diri di madrasah
aliyah Nurul Mujahidin Mlarak Ponorogo tahun 2010-2011”.
Dari
hasil penelitian tersebut dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu:
a) Latar
belakang diadakannya program pengembangan diri ini adalah memberikan kesempatan
kepada siswa untuk mengembangkan potensi, bakat dan minat yang mereka miliki,
agar mereka mempunyai keterampilan yang siap pakai di bidangnya masing-masing,
sehingga keterampilan tersebut menjadi bekal bagi siswa-siswi dalam terjun ke
masyarakat, khususnya bagi mereka yang tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan
yang lebih tinggi. Disamping itu diadakannya program pengembangan diri ini
untuk meningkatkan kualitas pendidikan lembaga Madrasah Aliyah Nurul Mujahidin
di era globalisasi ini sehingga diharapkan Madrasah Aliyah Nurul Mujahidin
dapat bersaing dengan lembaga pendidikan lainnya.
b) bentuk-bentuk
pendidikan keterampilan yang ada di Madrasah Aliyah Nurul Mujahidin adalah
keterampilan sablon, bengkel las, komputer, otomotif motor, bordir dan
menjahit. Pendidikan keterampilan tersebut termasuk ke dalam program
pengembangan diri yang dilaksanakan dengan kerja sama badan usaha yang
dilaksanakan di tempat kerja tersebut (magang). Kegiatannya dilaksanakan selama
tiga bulan, dibagi kedalam enam kali
pertemuan/tatap muka dalam satu minggu. Masuk siang hari setelah pulang sekolah
masuk jam 14.00-1600 WIB. (lebih disesuaikan dengan jam pulang di badan usaha
tersebut). Proses penerapannya adalah siswa melakukan kegiatan belajar
keterampilan sambil bekerja/praktek (magang), dengan petunjuk para pengelola
badan usaha tersebut sebagai tutor/sumber belajar yang sudah terampil dalam
pekerjaan tersebut dan dibantu oleh guru pembimbing dari madrasah Nurul
Mujahidin. Dalam program pengembangan diri ini terdapat aktualisasi upaya
peningkatan life skill siswa, yaitu melalui instrumen-instrumen,
situasi, kondisi, kegiatan-kegiatan dan arahan-arahan yang dapat meningkatkan
terhadap life skill siswa, khususnya personal skill, sosial skill dan
vokasional skill siswa.
c) hasil
dari program pengembangan diri ini adalah diantaranya meningkatkan life
skill siswa, personal skill, sosial skill dan vokasional skill
siswa. Hal demikian merupakan modal bagi peserta didik untuk dapat mengatasi
tantangan dan problem kehidupan yang akan mereka hadapi.
Dari
kedua telaah di atas, terdapat perbedaan dan persamaan dengan penelitian yang
akan saya lakukan. Adapun perbedaannya yaitu pada kedua telaah di atas membahas
life skill secara umum dan melebar sedangkan penelitian yang akan saya
lakukan membahas life skill yang difokuskan pada integrasi pembinaan soft
skills dan hard skills. Sedangkan persamaan antara kedua telaah di
atas dengan penelitian yang akan saya lakukan yaitu kita sama-sama membahas
pembinaan kecakapan atau keterampilan (skill) peserta didik pada sebuah
lembaga pendidikan.
VIII. METODE
PENELITIAN
A.
Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan oleh penulis dalam
penelitian ini adalah pendekatan penelitian lapangan berupa penelitian
kualitatif yang bersifat deskriptif non statistik. Prosedur penelitian ini
menghasilkan data deskriptif, ucapan atau lisan dan perilaku untuk dapat
diamati dari orang-orang (subyek) itu sendiri.[41]
Setelah diperoleh data berupa data-data lisan kemudian dilakukan pencatatan
secara lengkap semua data yang diperoleh dari subyek tersebut. Data-data
tersebut selanjutnya dideskripsi.[42]
Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus
yaitu penelitian yang bertujuan mempelajari mengenai unit sosial tertentu yang
meliputi individu, kelompok, institusi atau masyarakat. Dalam penelitian kasus
ini akan dilakukan penggalian data secara mendalam dan menganalisis intensif faktor-faktor
yang terlibat di dalamnya.[43]
B.
Kehadiran Peneliti
Dalam
penelitian kualitatif ini, peneliti bertindak sebagai aktor sekaligus pengumpul
data. Dalam penelitian kualitatif peneliti adalah instrumen kunci. Berfungsi
menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan
pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan
membuat kesimpulan atas temuannya. Peran peneliti sebagai partisipan pengamat,
dan sebagai pendukung adalah catatan-catatan kecil, buku-buku, kamera, alat
perekam dan lain-lain.[44]
Dalam hal ini peneliti terjun langsung ke lokasi
penelitian untuk mengumpulkan data-data yang diperoleh, peneliti berpartisipasi
untuk mengungkapkan sesuatu yang belum diketahui hingga data tersebut lengkap.
Kehadiran peneliti di sini untuk mewawancarai, mengambil dokumentasi dan lain
sebagainya untuk memperoleh data yang selengkap-lengkapnya.
C.
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini bertempat di pondok pesantren
Fathul Muna Sambit Ponorogo. Penelitian dilaksanakan berdasarkan penyesuaian
dengan topik penelitian yaitu Pola Integrasi Pembinaan soft skills dan hard
skills santri dalam kegiatan ekstrakurikuler di pondok pesantren Fathul
Muna Sambit Ponorogo.
D.
Sumber Data
Sumber data adalah subyek darimana fakta diperoleh.[45]
Sumber data dalam penelitian kualitatif ini adalah kata-kata dan tindakan.
Selebihnya adalah data tertulis, foto dan sejenisnya. Yang dimaksud kata-kata
adalah perkataan atau tindakan orang yang diamati atau diwawancarai. Data ini
direkam melalui catatan tertulis merupakan pelengkap dari metode observasi dan
wawancara.[46]
Adapun
sumber data di atas mengungkap tentang:
1) Sumber
data utama, yaitu person atau orang berlaku sebagai informan, pengasuh pondok
pesantren, ustadz dan ustadzah, staf, alumni dan santri di pondok pesantren
Fathul Muna Sambit Ponorogo.
2) Sumber
data tambahan sumber data tertulis yaitu dokumentasi dan semua buku-buku yang
relevan.
E.
Teknik Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data pada penelitian kualitatif
meliputi wawancara, observasi dan dokumentasi.[47]
Teknik ini penting digunakan, sebab bagi peneliti kualitatif, fenomena dapat
dimengerti secara baik apabila dilakukan interaksi dengan subyek melalui
wawancara mendalam dan observasi mendalam pada latar dimana fenomena tersebut
berlangsung. Di samping itu untuk melengkapi data, diperlukan dokumentasi
(tentang bahan-bahan yang ditulis atau tentang subyek).[48]
1) Teknik
Wawancara
Wawancara adalah pemberian sejumlah pertanyaan yang
dipersiapkan dan diajukan kepada seseorang mengenai topik penelitian secara
tatap muka dan peneliti merekam jawaban-jawabannya sendiri.[49]
Menurut Deddy Mulyana wawancara merupakan bentuk komunikasi antara dua
orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seorang
lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu.
Metode ini bertujuan memperoleh bentuk-bentuk informasi tertentu dari semua
responden, tetapi susunan kata dan urutanya disesuaikan dengan ciri-ciri setiap
responden.[50]
Dalam pelaksanaan pengumpulan data di lapangan, peneliti dapat
menggunakan metode wawancara mendalam. Sesuai dengan pengertiannya, wawancara
mendalam bersifat terbuka. Pelaksanaan wawancara tidak hanya sekali atau dua
kali, melainkan berulang-ulang dengan intensitas yang tinggi. Peneliti tidak
hanya ”percaya dengan begitu saja” pada apa yang dikatakan informan, melainkan
perlu mengecek dalam kenyataan melalui pengamatan. Itulah sebabnya cek dan
ricek dilakukan secara silih berganti dari hasil wawancara ke pengamatan di
lapangan, atau informan yang satu ke informan yang lain.[51]
Peneliti harus memiliki konsep yang jelas mengenai hal yang
dibutuhkan, kerangka tertulis, daftar pertanyaan, atau daftar check
harus tertuang dalam rencana wawancara untuk mencegah kemungkinan mengalami
kegagalan memperoleh data. Metode ini digunakan peneliti untuk mewawancarai
pengurus pondok pesantren, uztadz/ustadzah, santri lainnya di Pondok Pesantren
Fathul Muna Sambit Ponorogo untuk mengetahui hal-hal yang terjadi di
dalam pelaksanaan pembelajaran, sehingga mudah memperoleh informasi untuk
melengkapi data penelitian.
2) Observasi Partisipan
Observasi partisipan adalah apabila observator (orang yang melakukan
observasi) turut ambil bagian atau berada dalam keadaan obyek yang diobservasi
(observees). Observasi ini digunakan dalam penelitian eksploratif.[52]
Menurut Ahmad Tanzeh Observasi partisipan adalah sebuah penelitian yang
pengumpulan datanya dengan metode observasi berpartisipasi dan bukan menguji
hipotesis, melainkan mengembangkan hipotesis. Oleh karena itu, penelitian ini
dapat dikatakan sebagai penelitian untuk mengembangkan teori dan karenanya
hanya dapat dilakukan oleh peneliti yang menguasai macam-macam teori yang telah
ada di bidang yang menjadi perhatiannya.[53]
Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang
yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Dengan
observasi partisipan ini, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam
dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap prilaku yang nampak.[54]
Secara indrawi penulis melaksanakan observasi
partisipan terhadap situasi sosial di Pondok Pesantren Fathul
Muna Sambit seperti
sejarah singkat, visi dan misi, letak geografis, sarana prasarana yang ada,
serta hasil dalam melaksanakan integrasi pembinaan soft skills dan hard
skills santri dalam kegiatan ekstrakurikuler serta disertai dengan
pencatatan.
3) Dokumentasi
Menurut Arikunto, Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau
variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti,
notulen rapat, agenda, dan sebagainya.[55]
Dokumen sebagai pengumpulan data adalah setiap pernyataan tertulis yang disusun
oleh seseorang atau lembaga untuk keperluan pengujian suatu peristiwa atau
menyajikan akunting. Dalam penerapan metode dokumen ini, biasanya peneliti
menyusun instrumen dokumentasi dengan menggunakan check list terhadap
beberapa variabel yang akan didokumentasikan.[56]
Dokumentasi ini digunakan untuk mendapatkan data dengan menyelidiki
dokumen. Dokumen tidak hanya digunakan sebagai bahan penelitian yang bersifat
sejarah saja, tetapi juga bisa digunakan pada penelitian yang lain atau yang
bersifat masa sekarang.
Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data-data mengenai letak
geografis pondok, keadaan Uztadz dan santri, sarana
dan prasarana yang digunakan serta data tentang ekstrakurikuler, Sehingga dapat
memberikan data-data yang memudahkan peneliti dalam proses penelitian di pondok
pesantren Fathul Muna Sambit Ponorogo.
F.
Teknik
Analisis Data
Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan
analisa data kualitatif, mengikuti konsep yang diberikan Miles dan Huberman
mengemukakan bahwa aktifitas dalam analisa data kualitatif dilakukan secara interaktif,
berlangsung dan dilakukan secara terus-menerus pada setiap tahapan penelitian
sehingga sampai tuntas dan datanya sampai jenuh. Aktifitas dalam analisis data
meliputi reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan (Verivikasi).
Adapun langkah-langkah analisanya sebagai berikut:
![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() |
Keterangan:
1.
Analisis data
adalah mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil
wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami
dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain.
2.
Mereduksi
adalah merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting
dan membuat kategori. Dengan demikian data yang telah direduksi memberikan
gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan
data selanjutnya.
Dalam penelitian ini data yang akan direduksi adalah data-data hasil
observasi, wawancara serta hasil penelitian yang dilakukan di pondok pesantren
Fathul Muna Sambit Ponorogo.
3.
Mendisplay
data adalah menyajikan data ke dalam pola yang dilakukan dalam bentuk uraian singkat,
bagan, gafrik, matrik dan lainnya.
Dalam hal ini Miles dan Huberman menyatakan bahwa yang paling sering
digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah teks yang
bersifat naratif. Dengan mendisplay data, maka akan mepermudah memahami apa
yang terjadi dan merencanakan kerja selanjtunya berdasarkan apa yang dipahami
tersebut.
4.
Langkah
terakhir dalam penelitian ini adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi
(konklusi). Yaitu penarikan data yang terus-menerus baik selama maupun sesudah
pengumpulan data untuk menarik kesimpulan yang dapat menggambarkan pola yang
terjadi.
G.
Pengecekan
Keabsahan Temuan
1. Ketekunan Pengamatan
Ketekunan pengamatan bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam
situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan
kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci. Hal itu berarti
bahwa peneliti hendaknya mengadakan pengamatan dengan teliti dan rinci secara
berkesinambungan terhadap faktor-faktor yang menonjol. Kemudian ia menelaahnya
secara rinci pada suatu titik sehingga pada pemeriksaan tahap awal tampak salah
satu atau seluruh faktor yang ditelaah sudah dipahami dengan cara biasa.[57]
2. Triangulasi
Keabsahan data penelitian kualitatif dilakukan dengan triangulasi. Teknik
triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data dengan memanfatkan sesuatu
yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding
terhadap data itu. Teknik ini dapat dicari dengan jalan:
1) Membandingkan data hasil pengamatan dengan data
hasil wawancara.
2) Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum
dan pribadi.
3) Membandingkan keadaan perspektif seseorang dengan
berbagai pendapat atau pandangan orang yang berpendidikan tinggi, orang biasa
atau pemerintah.
4) Membandingkan apa yang dikatakan seseorang tentang
situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu.
H.
Tahapan-tahapan
Penelitian
Adapun tahapan-tahapan dalam melakukan penelitian
ada empat tahapan antara lain:
1.
Tahapan Pra
Lapangan
Adapun pra lapangan meliputi: menyusun rancangan
penelitian, memilih lapangan penelitian, mengurus perizinan, menjajaki dan
menilai keadaan lapangan, memilih dan memanfaatkan informan, menyiapkan
perlengkapan dan yang menyangkut etika penelitian.
2.
Tahap
Pekerjaan Lapangan
Tahap pekerjaan lapangan meliputi: memahami latar penelitian dan
persiapan diri, memasuki lapangan dan berperan serta sambil mengumpulkan data.
3.
Tahap Analisa
Data
Tahap analisa data meliputi: analisa selama dan setelah pengumpulan data.[59] Dalam
tahap ini penulis melakukan analisis terhadap data-data yang telah dikumpulkan
dari hasil wawancara, observasi dan dokumentasi.
4.
Tahap
Penulisan hasil laporan
Pada tahap ini penulis menuangkan hasil penelitian yang sistematis
sehingga dapat dipahami dan diikuti alurnya untuk pembaca.
IX.
SISTEMATIKA
PEMBAHASAN
Sebagai gambaran pola pemikiran penulis yang
tertuang dalam karya ilmiah ini, maka penulis menyusun sistematika pembahasan
yang dibagi dalam enam bab yang masing-masing bab terdiri dari sub-sub yang
berkaitan erat dan merupakan kesatuan yang utuh, yaitu:
BAB
I: Pendahuluan. Bab ini berfungsi
sebagai gambaran umum untuk memberi pola pemikiran bagi keseluruhan skripsi,
yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, dan sistematika pembahasan.
BAB
II: Berisi tentang landasan teori,
yakni untuk mengentahkan kerangka acuan teori yang digunakan sebagai landasan
dalam melakukan penelitian yaitu tentang pengertian soft skills dan hard
skills dan kegiatan ekstrakurikuler.
BAB
III: Metode penelitian, berisi
tentang jenis penelitian dan pendekatan yang digunakan, serta metode-metode
yang digunakan dalam pengambilan data.
BAB
IV: Temuan penelitian, dalam bab ini
berisi tentang paparan data, yang berisi hasil penelitian di lapangan yang
terdiri atas gambaran umum lokasi penelitian dan deskripsi data. Gambaran umum
lokasi penelitian berbicara tentang pondok pesantren Fathul Muna Sambit
Ponorogo yang meliputi: sejarah berdiri, visi dan misi, letak geografis, sarana
dan prasarana. Sedangkan deskripsi data yakni tentang pola integrasi pembinaan soft
skills dan hard skills santri dalam kegiatan ekstrakurikuler di
pondok pesantren Fathul Muna Sambit Ponorogo Tahun Ajaran 2017/2018.
BAB
V: Pembahasan, dalam bab ini berisi
tentang pembahasan hasil penelitian yang meliputi temuan-temuan dari hasi
penelitian dan analisis dari hasil penelitian yang telah dilakukan, yang
berkaitan dengan pola integrasi pembinaan soft skills dan hard skills
santri dalam kegiatan ekstrakurikuler di pondok pesantren Fathul Muna Sambit
Ponorogo Tahun Ajaran
2017/2018.
BAB
VI: Penutup. Bab ini merupakan bab
terakhir dari skripsi yang penulis susun, didalamnya menguraikan tentang
kesimpulan sebagai jawaban dari pokok permasalahan dan saran-saran yang terkait
dengan hasil penelitian, dan sebagai pelengkap penulisan skripsi ini, penulis
melampirkan daftar kepustakaan, daftar riwayat hidup dan lampiran-lampiran.
X. OUTLINE DAFTAR ISI SEMENTARA
HALAMAN
SAMPUL
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
HALAMAN PENGESAHAN
MOTTO
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PEDOMAN TRANSLITERASI
BAB I
|
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
B. dentifikasi
dan Pembatasan Masalah
C. Rumusan
Masalah
D. Tujuan
penelitian
E. Manfaat
Penelitian
F. Sistematika
Pembahasan
|
BAB
II
|
LANDASAN TEORI DAN TELAAH HASIL
PENELITIAN TERDAHULU
A.
Landasan
Teori
1.
Pembelajaran Terpadu Tipe
Integrasi
a.
Pengertian
b.
Tahapan
c.
Kelebihan dan Kekuarangan
2.
Konsep Dasar Soft Skills
dan Hard Skills
a.
Pengertian Soft Skills dan
Hard Skills
b.
Integrasi Soft Skills dan Hard
Skills
3. Unsur-unsur
Soft Skills
4.
Lahirnya Soft Skills
5.
Kegiatan Ekstrakurikuler
a.
Pengertian Kegiatan
Ekstrakurikuler
b.
Jenis
Ekstrakurikuler
c.
Nilai
dan Kegunaan Ekstrakurikuler
d.
Asas
Pelaksanaan Ekstrakurikuler
e.
Tujuan
dan Fungsi Ekstrakurikuler
f.
Prinsip-prinsip
Ekstrakurikuler
B. Telaah
Hasil Penelitian Terdahulu
|
BAB
III
|
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
B. Kehadiran Peneliti
C. Lokasi Penelitian
D. Sumber Data
E. Prosedur Pengumpulan Data
F.
Analisis
Data
G. Pejngecekan Keabsahan Temuan
H. Tahapan-tahapan Penelitian
|
BAB
IV
|
DESKRIPSI DATA
A. Deskripsi
Data Umum
1. Sejarah
Berdiri Pondok Pesantren Fathul Muna
2. Visi
dan Misi Pondok Pesantren Fathul Muna
3. Letak
Geografis Pondok Pesantren Fathul Muna
4. Sarana
dan Prasarana Pondok Pesantren Fathul Muna
B. Deskripsi
Data Khusus
|
BAB V
|
ANALISIS DATA TENTANG POLA INTEGRASI
PEMBINAAN SOFT SKILLS DAN HARD SKILLS SANTRI DALAM KEGIATAN
EKSTRAKURIKULER DI PONDOK PESANTREN FATHUL MUNA SAMBIT PONOROGO TAHUN AJARAN 2017/2018
A. Analisis
pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler yang ada di pondok pesantren Fathul Muna
Sambit Ponorogo
B. Analisis
pola integrasi pembinaan soft skills dan hard skills santri di
pondok pesantren Fathul Muna Sambit Ponorogo
|
BAB VI
|
PENUTUP
A.
Kesimpulan
B.
Saran
|
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
SURAT IJIN PENELITIAN
SURAT KETERANGAN TELAH MELAKUKAN
PENELITIAN
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmadi,
Abu dan Widodo Supriono. Psikologi
Belajar. Jakarta : PT Rineka Cipta, 2004.
Arikunto,
Suharsimi. Prosedur Penelitian Studi Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta, 2006.
Barnawi
dan Mohammad Arifin, School Preneurship.
2012.
Basrowi
dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta, 2008.
Bogdan,
Robert. Pengantar Metode Penelitian Kualitatif. Surabaya: Usaha
Nasional, 1992.
Darnopolii,
Muljono. PESANTREN MODERN IMMIM Pencetak
Muslim Modern. jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2011.
Departemen
Agama Republik Indonesia. Kurikulum Madrasah Aliyah, Petunjuk Pelaksanaan
Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam,
1994.
Dimyati, Johni. Pembelajaran
Terpadu Untuk Taman Kanak-kanak/Raudhatul Athfal dan Sekolah Dasar. Jakarta:
Prenadamedia Group, 2016.
Djaelani,Timur.
Peningkatan Mutu Pendidikan Pengembangan Perguruan Agama. Jakarta:
Dermaga, 1984.
Elfindri,
et al. Soft Skills Untuk Pendidik. Baduose Media, 2010.
Emzir,
Metode Penelitian Kualitatif Analisis Data. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2011.
Engku,
Iskandar dan Siti Zubaidah, Sejarah
pendidikan Islami. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014.
Hamalik,Oemar.
Administrasi dan Supervisi Pengembangan Kurikulum. Bandung: Mandar Maji,
1992.
Kaswan.
101 Soft skills Unruk Mecapai Puncak Kinerja dan Kepemimpinan. Bandung:
Alfabeta, 2016.
Kurniawan, Deni.
Pembelajaran Terpadu Tematik (Teori, Praktik dan Penilaian). bandung:
Alfabeta, 2014.
Majid, Abdul. Pembelajaran
Tematik Terpadu. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014.
Meleong,
Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2009.
Mulyana,
Deddy.
Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004.
Narbuko, Cholid dan Abu Achmadi, Metodologi
Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara, 2010.
Qomar,
Mujamil. Pesantren. jakarta:
Erlangga, 2005.
Rianto,
Yatim. Metodologi Penelititan Pendidikan. Surabaya: SIC,2008.
Sugiyono.
Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung:
Alfabeta, 2008.
Sugiyono.
Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif Dan R&D.
Bandung: Alfabeta, 2011.
Suryosubroto.
Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002.
Suryosubroto.
Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009.
Tanzeh,
Ahmad. Pengantar Metode Penelitian. Yogyakarta:
Teras, 2009.
Tim
Penyusun. Buku Pedoman Skripsi STAIN Ponorogo Jurusan Tarbiyah Edisi Revisi.
Ponorogo: Jurusan Tarbiyah STAIN Ponorogo, 2016.
Tim
Pustaka Yustisia. Panduan Lengkap KTSP. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2007.
Trianto, Model
Pembelajaran Terpadu Konsep, Strategi dan Implementasinya Dalam Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: PT Bumi Aksara, 2014.
Yasin,
A. Fatah. Dimensi-dimensi Pendidikan
Islam. Malang: UIN-Malang Press, tt.
[1] Kaswan, 101 Soft skills Unruk
Mecapai Puncak Kinerja dan Kepemimpinan (Bandung: Alfabeta, 2016), 4.
[2] Barnawi dan Mohammad Arifin, School Preneurship (2012), 99.
[3] Elfindri, et al., Soft Skills
Untuk Pendidik (Baduose Media, 2010), 100.
[4] Muljono Darnopolii, PESANTREN MODERN IMMIM Pencetak Muslim
Modern (jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), 57-58.
[5] Mujamil Qomar, Pesantren (jakarta: Erlangga, 2005), 1.
[6] Iskandar Engku dan Siti
Zubaidah, Sejarah pendidikan Islami
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014), 173.
[7] A. Fatah Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam
(Malang: UIN-Malang Press), 243.
[8] Mujamil Qomar, pesantren, 6.
[9] Muljono Darnopolii, PESANTREN MODERN IMMIM Pencetak Muslim
Modern, 58.
[10] Trianto, Model Pembelajaran
Terpadu Konsep, Strategi dan Implementasinya Dalam Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2014), 43.
[11] Johni Dimyati, Pembelajaran
Terpadu Untuk Taman Kanak-kanak/Raudhatul Athfal dan Sekolah Dasar
(Jakarta: Prenadamedia Group, 2016), 86.
[12] Abdul Majid, Pembelajaran
Tematik Terpadu (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014), 78.
[13] Deni Kurniawan, Pembelajaran
Terpadu Tematik (Teori, Praktik dan Penilaian) (bandung: Alfabeta, 2014),
63.
[14] Trianto, Model Pembelajaran
Terpadu Konsep, Strategi dan Implementasinya Dalam Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP), 43.
[15] Ibid., 43.
[16] Ibid., 44.
[17] Trianto, Model Pembelajaran
Terpadu Konsep, Strategi dan Implementasinya Dalam Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP), 45.
[18] Barnawi dan mohammad Arifin, School Preneurship, 99.
[19] Elfindri, et al., Soft Skills
Untuk Pendidik, 87.
[20] Kaswan, 101 Soft skills Unruk
Mecapai Puncak Kinerja dan Kepemimpinan, 4.
[22] Elfindri, et al., Soft Skills
Untuk Pendidik, 85.
[23] Elfindri, et al., Soft Skills
Untuk Pendidik, 87.
[24] Kaswan, 101 Soft skills Unruk
Mecapai Puncak Kinerja dan Kepemimpinan, 5.
[25] Kaswan, 101 Soft skills Unruk
Mecapai Puncak Kinerja dan Kepemimpinan, 10
[26] Ibid., 17.
[27] Ibid., 18.
[28] Kaswan, 101 Soft
skills Unruk Mecapai Puncak Kinerja dan Kepemimpinan, 20.
[29] Elfindri, et al., Soft Skills
Untuk Pendidik, 100.
[30] Ibid., 100.
[31] Abu Ahmadi dan Widodo Supriono, Psikologi Belajar, (Jakarta : PT Rineka
Cipta, 2004), 103.
[32] Suryosubroto, Proses Belajar
Mengajar di Sekolah (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), 271.
[33] Tim Pustaka Yustisia, Panduan
Lengkap KTSP. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Yogyakarta: Pustaka
Yustisia, 2007), 213.
[34]
Timur Djaelani, Peningkatan Mutu Pendidikan Pengembangan Perguruan Agama
(Jakarta: Dermaga, 1984), 122.
[35] Suryosubroto, Proses Belajar
Mengajar di Sekolah (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009), 288.
[36] Oemar Hamalik, Administrasi
dan Supervisi Pengembangan Kurikulum (Bandung: Mandar Maji, 1992), 129.
[37] Departemen Agama Republik
Indonesia, Kurikulum Madrasah Aliyah, Petunjuk Pelaksanaan Proses Belajar
Mengajar (Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam 1994), 6.
[38] Departemen Agama Republik
Indonesia, Kurikulum Madrasah Aliyah..., 10.
[39] Suryosubroto, Proses Belajar
Mengajar di Sekolah, 291.
[40] Suryosubroto, Proses Belajar
Mengajar di Sekolah, 292.
[41] Robert Bogdan, Pengantar
Metode Penelitian Kualitatif (Surabaya: Usaha Nasional, 1992), 21-22.
[42] Lexy J. Meleong, Metodologi
Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), 4.
[43] Yatim Rianto, Metodologi Penelititan
Pendidikan (Surabaya: SIC,2008), 24.
[44] Sugiyono, Memahami Penelitian
Kualitatif (Bandung: Alfabeta,
2008), 60.
[45] Suharsimi Arikunto, Prosedur
Penelitian Studi Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), 114.
[46] Tim Penyusun, Buku Pedoman
Skripsi STAIN Ponorogo Jurusan Tarbiyah Edisi Revisi (Ponorogo: Jurusan
Tarbiyah STAIN Ponorogo, 2016), 46.
[47] Suharsimi Arikunto, Prosedur
Penelitian Studi Pendekatan Praktek, 38.
[48] Sugiyono, Memahami Penelitian
Kualitatif, 72.
[49] Emzir, Metode Penelitian
Kualitatif Analisis Data (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), 49.
[50] Deddy
Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2004), 180.
[52] Cholid
Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian (Jakarta: Bumi Aksara,
2010), 72.
[53] Ahmad
Tanzeh, Pengantar Metode Penelitian (Yogyakarta: Teras, 2009), 61.
[54] Sugiyono, Metodologi
Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif Dan R&D (Bandung: Alfabeta,
2011), 145.
[57] Lexy J Moleong, Metodologi
Penelitian Kualitatif, 177.
[58] Lexy J Moleong, Metodologi
Penelitian Kualitatif, 178.
[59] Basrowi dan Suwandi, Memahami
Penelitian Kualitatif (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), 84-89.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar