Kamis, 18 April 2019

CONTOH PROPOSAL KUALITATIF (STUDI KASUS)


I.     JUDUL PENELITIAN
POLA INTEGRASI PEMBINAAN SOFT SKILLS DAN HARD SKILLS SANTRI DALAM KEGIATAN EKSTRAKURIKULER DI PONDOK PESANTREN FATHUL MUNA SAMBIT PONOROGO TAHUN AJARAN 2017/2018
II.  LATAR BELAKANG MASALAH
   Soft skills dan hard skilss merupakan dua hal yang tidak dapat terpisahkan antara satu dan lainnya dalam diri seseorang jika orang tersebut ingin meraih kesuksesan dalam bidang yang disukainya. Hard skills mengacu kepada kemampuan teknis dan pengetahuan yang diperlukan untuk melakukan perkejaan, namun soft skills memungkinkan anda menggunakan kemampuan teknis lebih efektif.[1]
    Hard Skillss dapat diartikan sebagai keterampilan seseorang dalam hal penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan keterampilan teknis yang berhubungan dengan bidang ilmunya. Ia berhubungan dengan kemampuan olah pikir (kognitif) dan kemampuan olah fisik (psikomotorik). Dengan kata lain, haard skillss merupakan respresentasi dari kecerdasan intelektual dan juga kecerdasan kinestetik. Dalam konsep UNESCO, hard skillss merupakan ekspektasi dari pilar pendidikan learning to know dan learning to do.
   Sementara itu soft skillss adalah keterampilan seseorang dalam mengatur dirinya sendiri (intrapersonal skillss) yang dapat meningkatkan kinerja secara optimal dan keterampilan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain (interpersonal skillss). Ia berkaitan dengan kemampuan afektif dan berada di luar ranah teknis dan akademik sehingga bersifat psikologis. Konsep soft skillss merupakan istilah sosiologis yang merupakan representasi dari kecerdasan emosional. Dalam konsep UNESCO, soft skillss merupakan ekspektasi dari pilar pendidikan learning to be dan learning to life together.[2]
   Ada sebuah teori yang menyatakan bahwa semakin baik pendidikan yang diterima maka semakin kompleks soft skills anak-anak. Begitu pula sebaliknya. Sebuah paket pendidikan yang direncanakan yang dapat meningkatkan soft skills anak-anak akan menyebabkan arahan di sekolah semakin baik. Termasuk dalam proses belajar ada contoh yang bisa dilihat dan ditiru.[3] Dengan begitu lingkungan pendidikan sangat berpengaruh bagi perkembangan soft skills dan hard skills seseorang terutama anak-anak.
   Lingkungan pendidikan ada tiga, yaitu di sekolah/pondok pesantren, di rumah dan di masyarakat. Dari ke tiga lingkungan pendidikan tersebut pondok pesantren lah satu-satunya lingkungan pendidikan sekaligus lembaga pendidikan yang peserta didiknya (santri) berada dalam pondok 24 jam non stop. Tentu saja hal tersebut menjadikan pondok pesantren sebagai tempat yang tepat untuk mengintegrasikan pembinaan soft skills dan hard skills. Secara terminologis, pesantren didefeinisikan sebagai lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari. Perlu dijelaskan bahwa pengertian “tradisional” dalam definisi ini bukan berarti kolot dan ketinggalan zaman, tetapi menunjuk pada pengertian bahwa lembaga ini telah hidup sejak ratusan tahun yang lalu.[4]
Dalam pemakaian sehari-hari, istilah pesantren bisa disebut dengan pondok saja atau kedua kata ini digabung menjadi pondok pesantren. Asrama yang menjadi penginapan santri sehari-hari dapat dipandang sebagi pembeda antara pondok dan pesantren. Pada pesantren santrinya tidak disediakan asrama (pemondokan) di kompleks pesantren tersebut, mereka tinggal di seluruh desa sekeliling pesantren (santri kalong) dimana cara dan metode pendidikan dan pengajaran agama Islam diberikan dengan sistem wetonan yaitu para santri datang berduyun-duyun pada waktu-waktu tertentu.[5]
Secara umum pesantren dapat diklasifikasikan menjadi dua, yakni pesantren salaf  (tradisional) dan pesantren khalaf (modern). Sebuah pesantren disebut pesantren salaf jika dalam kegiatan pendidikannya semata-mata berdasarkan pada pola-pola pengajaran klasik atau lama, yakni pengajian kitab kuning dengan metode pembelajaran klasik atau lama serta belum dikombinasikan dengan pola pendidikan modern. Jenis pondok ini pun dapat meningkat dengan membuat kurikulum tersendiri, dalam arti kurikulum ala pondok pesantren yang bersangkutan yang disusun sendiri berdasarkan ciri khas yang dimiliki oleh pondok pesantren. Pesantren khalaf adalah pesantren yang disamping tetap dilestarikannya unsur-unsur utama pesantren, juga memasukkan ke dalamnya unsur-unsur modern yang ditandai dengan sistem atau klasikal atau sekolah dan adanya ilmu-ilmu umum yang digabungkan dengan pola pendidikan pesantren klasik. Dengan demikian pesantren modern merupakan pendidikan pesantren yang diperbarui atau dipermodern pada segi-segi tertentu untuk disesuaikan dengan sistem sekolah. Pesantren ini selain menyelenggarakan kegiatan kepesantrenan juga menyelenggarakan kegiatan pendidikan fornal (jalur sekolah), baik itu jalur umum (SD, SMP, dan SMK) maupun jalur berciri khas agama Islam (MI, MTs, MA, MAK). Biasanya kegiatan pembelajaran kepesantrenan pada pondok pesantren ini memiliki kurikulum pondok pesantren yang klasikal dan berjenjang.[6]
Tujuan diselenggarakannya pendidikan pesantren secara umum adalah membimbing peserta didik (santri) yang dengan bekal ilmu agamanya mereka sanggup menjadi mubaligh untuk menyebarkan ajaran Islam dalam masyarakat sekitar melalui ilmu dan amalnya. Sedangkan tujuan khususnya adalah mempersiapkan peserta didik (para santri) untuk menjadi orang alim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh kyai yang bersangkutan, serta dalam mengamalkan dan mendakwahkannya dalam masyarakat.[7] Tujuan Instruksional Pesantren yang lebiih luas dengan tetap mempertahankan hakikatnya dan diharapkan menjadi tujuan pesantren secara nasional pernah diputuskan dalam Musyawarah/Lokakarya Intensifikasi Pengembangan Pondok Pesantren di Jakarta yang berlangsung pada tanggal 2 s.d. 6 Mei 1978. Tujuan umum pesantren adalah membina warga negara agar berkepribadian Muslim sesuai dengan ajaran agama Islam dan menanamkan rasa keagamaan tersebut pada semua segi kehidupannya serta menjadikannya sebagai orang yang berguna bagi agama, masyarakat dan negara.[8]
Walaupun pesantren sering diasumsikan sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia, setelah rumah tangga; tetapi perhatian para peneliti terhadap pesantren dapat dikatakan belumlah terlalu lama dimulai. Oleh karena itu, masih banyak sisi-sisi lain dari pesantren yang perlu dielaborasi dan diteliti lebih lanjut. Apalagi jumlah pesantren di Indonesia terbilang sangat banyak dan terbesar di hampir seluruh pelosok nusantara. Juga, antara satu pesantren dengan pesantren lainnya dipastikan memiliki begitu banyak perbedaan di samping persamaan pada elemen-elemen pokoknya. Tafsir menulis bahwa pesantren sebagai komunitas dan sebagai lembaga pendidikan yang besar jumlahnya dan luas penyebarannya di berbagai pelosok tanah air telah banyak memberikan saham dalam pembentukan manusia Indonesia yang religius. Bahkan lembaga tersebut telah banyak melahirkan pemimpin bangsa di masa lalu, kini, dan agaknya juga di masa datang. Lulusan pesantren tak pelak lagi banyak yang mengambil partisipasi aktif dalam pembangunan bangsa.[9]
Sebagian masyarakat masih menganggap pondok pesantren tetap sebuah lembaga pendidikan tradisional yang bersifat klasik atau kuno. Dimana hanya mempelajari ilmu-ilmu pengetahuan agama Islam saja dan mengesampingkan pengetahuan umum lainnya. Pandangan ini muncul karena memang pesantren pada mulanya hanya bertujuan mencetak kader-kader Ulama. Namun pada kenyataannya, mayoritas pesantren saat ini telah mengembangkan sistem pendidikannya dengan memunculkan berbagai macam ekstrakurikuler atau kegiatan yang bertujuan agar santri yang sudah lulus dari pesantren dapat bersaing di dunia luar baik dalam bidang sosial, agama, budaya dan ekonomi.
   Jika diamati jumlah pesantren di daerah Ponorogo, sekitar 75% diantaranya telah membuka berbagai macam ekstrakurikuler. Pondok Pesantren Fathul Muna Sambit misalnya, telah memiliki sepuluh ekstrakurikuler yang diantaranya: Institut Jujitsu Indonesia, Hadroh, Pidato, Khutbah Walimah, Khutbah Jumat dan Ied, Dzibaiyah dan al-Barzanji, Dzikir Fidha, Qiro’ah, Ternak ayam dan berkebun.
   Tujuan penting kegiatan ekstrakurikuler ini adalah sebagai wahana pengembangan keterampilan santri lebih khusus sebagai sarana pembinaan soft skills dan hard skills-nya. Karena dalam aplikasinya, semua kegiatan ekstrakurikuler yang ada membutuhkan komunikasi satu dengan yang lainnya. Mereka akan belajar bagaimana cara bersosialisasi, bermasyarakat, bersikap dan bertindak. Semuanya mereka pelajari termasuk bagaimana cara penyelenggara ekstra mengatur anggotanya, bagaimana cara interaksi antar anggota dan bagaimana cara semua anggota ekstra berkomitmen terhadap tugas dan kewajibannya.
Berdasarkan uraian di atas, penulis sangat tertarik untuk mengkaji lebih lanjut tentang pendidikan pondok pesantren kaitannya dengan pola integrasi pembinaan keterampilan (soft skills dan hard skills) melalui pengembangan ekstrakurikuler, dalam sebuah skripsi yang berjudul “POLA INTEGRASI PEMBINAAN SOFT SKILLS dan HARD SKILLS  SANTRI DALAM KEGIATAN EKSTRAKURIKULER di PONDOK PESANTREN FATHUL MUNA SAMBIT PONOROGO TAHUN AJARAN 2017/2018”.
III.             FOKUS PENELITIAN
Mengingat luasnya cakupan pembahasan, keterbatasan waktu dan biaya, maka peneliti memberikan fokus masalah sebagai berikut:
1.      Pola integrasi pembinaan soft skills dan hard skills santri.
2.      Kegiatan ekstrakurikuler di pondok pesantren Fathul Muna Sambit Ponorogo.
IV.  RUMUSAN MASALAH
1.  Bagaimana pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler yang ada di pondok pesantren Fathul Muna Sambit Ponorogo Tahun Ajaran 2017/2018 ?
2.  Bagaimana pola integrasi pembinaan soft skills dan hard skills santri dalam kegiatan ekstrakurikuler di pondok pesantren Fathul Muna Sambit Ponorogo Tahun Ajaran 2017/2018 ?
V.    TUJUAN PENELITIAN
   Adapun tujuan dari penelitian ini sesuai dengan apa yang menjadi permasalahan yang dikaji yaitu:
1.      Untuk mengetahui pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler yang ada di pondok pesantren Fathul Muna Sambit Ponorogo Tahun Ajaran 2017/2018.
2.      Untuk mengetahui pola integrasi pembinaan soft skills dan hard skills santri dalam kegiatan ekstrakurikuler di pondok pesantren Fathul Muna Sambit Ponorogo Tahun Ajaran 2017/2018.
VI. MANFAAT PENELITIAN
   Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi nilai guna pada berbagai pihak, yaitu:
1.      Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah keilmuan bidang agama Islam, lebih khusus pada pola integrasi pembinaan soft skills dan hard skills santri dalam kegiatan ekstrakurikuler di pondok pesantren Fathul Muna Sambit dan juga bisa sebagai bahan referensi dan tambahan pustaka pada perpustakaaan IAIN  Ponorogo.
2.      Secara praktis
a.     Bagi Pengasuh Pesantren
Hasil penelitian ini bisa menjadi acuan untuk mengambil kebijakan yang dapat meningkatkan kualitas pembinaan soft skills dan hard skills santri terutama di lingkungan pesantren yang dipimpin.
b.    Bagi Uztadz
Hasil penelitian diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai masukan untuk menemukan pengembangan ekstrakurikuler yang lebih efektif guna membina soft skills dan hard skills  santri.
c.     Bagi  Santri
Hasil penelitian diharapkan agar santri lebih aktif lagi dalam kegiatan ekstrakurikuler, agar kelak mampu menjadi pribadi yang bisa diharapkan oleh semua pihak sebagai penerus perjuangan Islam.
d.    Bagi Peneliti yang akan datang
Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi pijakan dalam perumusan desain penelitian lanjutan yang lebih mendalam dan lebih komprehensif khususnya yang berkenaan dengan penelitian.

VII.          LANDASAN TEORI DAN TELAAH HASIL PENELITIAN TERDAHULU
A.    Landasan Teori
1.      Pembelajaran Terpadu Tipe Integrasi
a.       Pengertian
Model ini merupakan pembelajaran yang menggunakan pendekatan antar bidang studi. Model ini diusahakan dengan cara menggabungkan bidang studi dengan cara menetapkan prioritas kurikuler dan menemukan keterampilan, konsep dan sikap yang saling tumpang tindih di dalam beberapa bidang studi.[10] Model integrasi merupakan  perpaduan dari sejumlah topik atau bahan ajar yang berbeda-beda tapi esensinya sama dalam sebuah tema tertentu. model ini berangkat dari tumpang tindih konsep pengalaman, keterampilan, dan sikap yang menuntut adanya pengintegrasian multidisiplin. Dalam kaitan ini, perlu adanya satu tema yang dapat ditinjau dari berbagai disiplin ilmu dalam pemecahan topik masalah.[11]
Dalam pengertian lain model integrasi juga diartikan sebagai bentuk pembelajaran yang memadukan sebuah konsep dari sejumlah mata pelajaran melalui hubungan tujuan-tujuan, isi, keterampilan, aktifitas dan sikap. Dengan kata lain, bentuk pembelajaran integrasi merupakan pembelajaran antar mata pelajaran yang ditandai oleh adanya pemanduan tujuan, kemampuan, sikap dari berbagai mata pelajaran dalam topik tertentu secara utuh.[12]
Penjelasan Forgaty tentang integrasi lebih luas, dalam pengertian mewadahi berbagai pandangan tentang konsep integrasi itu sendiri. Sebab kalau dilihat lebih jauh, konsep integrasi dalam kurikulum dan pembelajaran menurut pandangan Sadler dalam Concept of Primary Education, ternyata terdapat sejumlah pemaknaan. Dimana kejelasan akan framework yang digunakan, apa yang akan diintegrasikan dan prinsip-prinsip yang akan dijadikan landasan kerja integrasi sangat penting. Tanpa itu semua, berbicara tentang integrasi menjadi tidak bermakna, (meaningless). Merujuk pada penjelasan Sadler, ada tiga konsep dasar tentang ide integrasi dalam kurikulum dan pembelajaran yaitu integrasi yang berbasis pada konsep “wholeness”, ide integrasi berbasis pada kebutuhan (siswa), dan integrasi berbasis disiplin ilmu. Masing-masing memiliki logika tersendiri.[13]
b.      Tahapan
Pada tahap awal hendaknya guru membentuk tim antar bidang studi untuk menyelesaikan konsep-konsep, keterampilan-keterampilan dan sikap-sikap yang akan dibelajarkan dalam satu semester tertentu untuk beberapa bidang studi. Langkah berikutnya dipilih beberapa konsep, keterampilan dan sikap yang mempunyai keterhubungan yang erat dan tumpang tindih di antara bidang studi.[14] Bidang studi yang diintegrasikan misalnya matematika, fisika, seni dan bahasa dan pelajaran sosial. Selain itu juga bisa pada ekstrakurikuler seperti pidato, khutbah, bela diri dan sebagainya.
Fokus pengintegrasian pada sejumlah keterampilan belajar yang ingin dilatihkan seorang guru kepada siswanya dalam suatu unit pembelajaran untuk ketercapaian materi pelajaran (content). Keterampilan-keterampilan belajar itu menurut Forgaty meliputi berpikir (thinking skils), keterampilan sosial (social skill) dan keterampilan mengorganisir (organizing skill).[15]
c.       Kelebihan dan kekurangan
Tipe integrasi memiliki kelebihan yaitu:
1)        Adanya kemungkinan pemahaman antar bidang studi, karena dengan memfokuskan pada isi pelajaran, strategi berpikir, keterampilan sosial dan ide-ide penemuan lain, satu pelajaran dapat mencakup banyak dimensi sehingga pembelajaran siswa mejadi semakin diperkaya dan diperkembang.
2)        Memotivasi siswa dalam belajar[16]
3)        Memberikan perhatian pada berbagai bidang yang penting dalam satu saat. Tipe ini tidak memerlukan penambahan waktu untuk bekerja dengan guru lain. Dalam tipe ini guru tidak perlu mengulang kembali materi yang tumpang tindih, sehingga tercapailah efisiensi dan efektifitas pembelajaran.
Kekurangan tipe integrasi antara lain:
1)        Terletak pada guru, yaitu guru harus menguasai konsep, sikap dan keterampilan yang diprioritaskan.
2)        Penerapannya, yaitu sulitnya menerapkan tipe ini secara penuh.
3)        Tipe ini memerlukan tim antar bidang studi, baik dalam perencanaannya maupun pelaksanaannya
4)        Pengintegrasian kurikulum dengan konsep-konsep dari masing-masing bidang studi menuntut adanya sumber belajar yang beraneka ragam.[17]
2.      Konsep dasar soft skills dan hard skills
a.       Pengertian soft skills dan hard skills
       Hard Skillss dapat diartikan sebagai keterampilan seseorang dalam hal penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan keterampilan teknis yang berhubungan dengan bidang ilmunya. Ia berhubungan dengan kemampuan olah pikir (kognitif) dan kemampuan olah fisik (psikomotorik). Dengan kata lain, haard skills merupakan respresentasi dari kecerdasan intelektual dan juga kecerdasan kinestetik. Dalam konsep UNESCO, hard skills merupakan ekspektasi dari pilar pendidikan learning to know dan learning to do.
Sementara itu soft skills adalah keterampilan seseorang dalam mengatur dirinya sendiri (intrapersonal skills) yang dapat meningkatkan kinerja secara optimal dan keterampilan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain (interpersonal skills). Ia berkaitan dengan kemampuan afektif dan berada di luar ranah teknis dan akademik sehingga bersifat psikologis. Konsep soft skills merupakan istilah sosiologis yang merupakan representasi dari kecerdasan emosional. Dalam konsep UNESCO, soft skills merupakan ekspektasi dari pilar pendidikan learning to be dan learning to life together.[18]
b.      Integrasi soft skills dan hard skills
Soft skills merupakan pendukung yang sangat berperan nantinya. Seorang ilmuwan yang tidak memiliki kepandaian berkomunikasi, maka dia akan mudah tersisih dari sebuah kelompok seprofesinya. Jika titel ilmuwan sudah dicapai namun tidak dapat mengambil inisiatif maka ilmunya tidak akan terpakai.
Sisi yang sama juga terpakai logika di atas. Seorang yang terampil bekerja namun tidak memiliki komunikasi yang baik maka keterampilannya tidak akan banyak diketahui oleh orang. Keterampilan yang tinggi kalau tidak mampu bekerja secara berkelompok maka tidak akan bisa bekerja secara devison of labor. Dan kemudian akan bekerja secara sendiri-sendiri. Ciri demikian tidak bisa terpakai pada zaman sekarang.[19]
       Soft skills melengkapi hard skills dan sangat penting bagi kesuksesan apakah di sekolah / perguruan tinggi, di tempat kerja atau yang lainnya.[20] Soft skills melengkapi hard skills dan sangat penting bagi kesuksesan di tempat kerja yang keras. Seseorang bisa memiliki semua kemampuan teknis di dunia ini, tetapi jika orang tersebut tidak mampu menjual gagasannya, bergaul dengan orang lain atau menyerahkan pekerjaannya tepat waktu, ia tidak mencapai kemajuan apa-apa.[21]
       Sebagai contoh ada sebuah kisah fiksi tentang guru Matematika. Seorang yang sejak kecilnya bercita-cita  menjadi guru bekerja keras di sekolah dan mecoba memasuki pendidikan lanjutan. Dia lulus di Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu pendidikan (STKIP) jurusan Matematika. Dia belajar secara sungguh-sungguh sehingga nilai matematika yang ia peroleh paling memuaskan A. Setelah tamat ia melamar menjadi guru Matematika. Penguasaan ilmu Matematika dan sekaligus mengajarkan Matematika yang baik merupakan hard skills.[22]
Ketika seorang guru matematika sudah menguasai ilmu dan juga mengajarkan kepada anak didik. Maka masih banyak persyaratan agar guru tadi menjadi sukses dalam hidup dan karirnya. Ketika dia bagus mendidik, namun tidak memiliki sifat ramah, maka guru Matematika tadi tidak akan disukai oleh anak didik. Ketika guru tadi tidak disiplin bekerja, malas dan tidak banyak inisiatif, maka guru di atas kurang soft skills nya.[23]
3.      Unsur-unsur Soft Skills
a.       Kesadaran Diri
Keadaran diri adalah kemampuan untuk mengenali dan memahami kekuatan, kelemahan, kebutuhan, nilai-nilai, ambisi, suasana hati, emosi, dorongan diri anda sendiri dan dampaknya terhadap orang lain. Pengaturan diri adalah kemampuan untuk mengendalikan atau memberi arah impuls dan suasana hati yang merusak. Kesadaran diri dan pengaturan diri memiliki dampak pada kepercayaan diri, menjadi bisa percaya, memiliki integritas dan terbuka untuk belajar. Ini merupakan proses batin dan spiritiual yang berhubungan dengan kecerdasan emosional.[24]
b.      Manajemen Diri
Manajemen diri adalah kemampuan dalam mengelola diri sendiri yang meliputi beberapa wilayah seperti mengelola emosi, mengelola waktu, mengelola prioritas, mengelola energi, mengelola pikiran, mengelola kata, mengelola kehidupan pribadi, mengetahui kekuatan dan mengetahui cara melakukan pekerjaan.[25]
c.       Kecerdasan Sosial
Kesadaran atau kecerdasan sosial merujuk kepada spektrum yang menentang dan secara instan merasa keadaan batiniah orang lain sampai memahami perasaan dan pikirannya, untuk mendapatkan situasi sosial yang rumit. Hal ini meliputi:
1)      Empati Dasar : perasaan dengan orang lain; merasakan isyarat-isyarat emosi nonverbal.
2)      Penyelarasan : mendengarkan dengan reseptivitas: menyelaraskan diri pada seseorang.[26]
Penyelarasan adalah perhatian yang melampaui empati sesaat ke kehadiran yang memperlancar hubungan baik. Seseorang menawarkan perhatian total kepada orang lain dan mendengarkan sepenuhnya. Ia berusaha memahami orang lain lebih daripada menyampaikan yang ia maksud.[27]
3)      Ketepatan Empatik
Inti empati adalah telinga yang tertata dengan tepat. Mendengarkan dengan baik diperlukan secara mutlak demi keberhasilan suatu pekerjaan. Orang yang tidak dapat atau tidak bersedia mendengarkan adalah orang yang acuh tak acuh dan tidak peduli, yang pada gilirannya membuat orang lain enggan berkomunikasi lagi.
d.      Manajemen Hubungan
Brian Tracy, salah satu sosok paling ternama dalam hal kesuksesan dan pencapaian pribadi, menyatakan di Amerika kecerdasan terpenting dan paling dihargai adalah kecerdasan sosial, yakni kemampuan bergaul dengan baik dengan orang lain. Delapan puluh lima persen kesuksesan hidup ditentukan oleh kecakapan sosial, kemampuan berinteraksi secara positif dan efektif dengan orang lain serta memperoleh kerjasama dengan orang lain untuk mencapai tujuan.
Untuk membangun hubungan yang baik, orang harus memahami unsur-unsur yang sehat. Ketika ada sesuatu yang tidak beres, sinyal intuitif memberitahunya. Setidaknya ada tiga unsur yang esensial antara pemimpin dengan pengikutnya yaitu kepercayaan, saling menghargai/menghormati dan komunikasi.[28]
4.      Lahirnya Soft Skills
Beberapa kemungkinan penjelasan bahwa soft skills tidak lahir begitu saja dalam diri seseorang, dalam hal ini adalah dalam diri peserta didik. Butuh proses yang tidak sebentar dan tidak mudah dalam pembentukan soft skills sehingga bisa dicapai serta diintegrasikan dengan hard skills. Diantara faktor-faktor yang dapat melahirkan soft skills dianataranya adalah:
a.       Rintangan yang dilalui oleh seseorang, semakin berat rintangan semakin matang dalam menghadapi berbagai masalah. Rintangan itu dilihat sebagai hal yang positif, apakah itu berupa tantangan alam maupun pekerjaan yang begitu kompleks.
b.      Pendidkan formal yang dilalui. Semakin baik pendidikan yang diterima maka semakin kompleks soft skills seseorang, begitu juga sebaliknya. Paket pendidikan yang memberikan porsi pembinaan soft skils lebih banyak akan menyebabkan arahan di sekolah semakin baik. Termasuk dalam proses belajar ada contoh yang bisa di lihat dan ditiru.
c.       Lingkungan yang kondusif. Dapat menyebabkan munculnya berbagai bentuk soft skills. Sebagai contoh ketika sebuah lingkungan  mendorong untuk bersikap sopan santun dan bertutur kata yang baik maka akan lahirlah generasi yang  memiliki sopan santun dan talenta bahasanya juga baik.
d.      Learning by doing. Alias belajar sendiri, yaitu belajar sambil melakukan, dengan kata lain belajar teori sekaligus dengan prakteknya. Cara ini merupakan cara yang ampuh untuk belajar agar apa yang dipelajari lebih melekat dalam memori peserta didik. Belajar sendiri memanglah membutuhkan  fasilitas dan arahan, namun ketika kunci-kunci belajar diperoleh secara baik, maka akan memudahkan seseorang untuk menggali sampai diperoleh suatu pemaknaan.[29]
Siapa yang melahirkan soft skills ? sudah jelas soft skills dapat dilakukan oleh mereka yang paling dekat dengan perkembangan anak.
Pertama adalah orang tua,khususnya ibu yang dikembangkan di rumah. Kemudian pengembangan soft skills dapat pula dikembangkan saat anak-anak menempuh pendidikan di sekolah, tentunya guru berperan besar. Selain itu soft skills juga dapat berkembang pada lingkungan anak-anak dimana dia dibesarkan.[30]

5.      Kegiatan Ekstrakurikuler
e.       Pengertian Kegiatan Ekstrakurikuler
        Kegiatan Ekstrakurikuler adalah kegiatan yang dilakukan santri di pondok pesantren, di luar  jam belajar kurikulum standar.
Kegiatan-kegiatan ini ada pada setiap jenjang pendidikan dari sekolah dasar sampai universitas. Kegiatan ekstrakurikuler ditujukan agar santri dapat mengembangkan kepribadian, bakat, dan kemampuannya di berbagai bidang di luar bidang akademik. Kegiatan ini diadakan secara swadaya dari pihak pondok pesantren maupun santri itu sendiri untuk merintis kegiatan di luar jam pelajaran pondok pesantren.[31]
       Sejalan dengan yang diungkapkan oleh Suryosubroto bahwa kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan di luar jam belajar biasa yang bertujuan agar peserta didik mampu memperkaya pengetahuan dan kemampuannya.[32] Lebih jauh lagi kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan di luar mata pelajaran dan pelayanan konseling untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang memiliki kemampuan dan kewenangan di sekolah atau madrasah.[33] Untuk selanjutnya kegiatan ekstrakurikuler disebut ekstrakurikuler.
Pengertian lain menyebutkan bahwa ekstrakurikuler adalah kegiatan yang dilakukan di luar jam terjadwal dan dilaksanakan secara berkala atau hanya dilaksanakan pada waktu tertentu termasuk pada waktu libur, yang dilakukan di sekolah atau di luar sekolah dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan peserta didik, mengenal hubungan antar berbagai mata pelajaran, menyalurkan bakat minat serta melengkapi upaya pembinaan manusia seutuhnya.[34]
       Dengan demikian yang dimaksud dengan ekstrakurikuler adalah serangkaian kegiatan pengembangan bakat minat yang dilakukan di luar jam tatap muka biasa guna menunjang realisasi kurikulum agar dapat memperluas wawasan, pengetahuan, keahlian, dan kemampuan peserta didik dalam menghayati apa yang telah dipelajari dalam kegiatan intrakurikuler. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah ekstrakurikuler sebagai upaya pembinaan soft skills serta pembinaan hard skills.
f.       Jenis Ekstrakurikuler
       Ekstrakurikuler dibagai menjadi dua jenis, yaitu bersifat rutin dan bersifat periodik. Ekstrakurikuler yang bersifat rutin adalah bentuk ekstrakurikuler yang dilaksanakan secara terus-menerus, seperti: latihan bola voly, latihan sepak bola, latihan hadroh, latihan qiro’ah dan sebagainya, sedangkan ekstrakurikuler yang bersifat periodik adalah bentuk kegiatan yang dilaksanakan pada waktu tertentu saja, seperti lintas alam, kemping, pertandingan olahraga dan sebagainya.[35]
g.      Nilai dan Kegunaan Ekstrakurikuler
       Ekstrakurikuler memiliki nilai dan kegunaan sebagai berikut:
1)      Memenuhi kebutuhan kelompok.
2)      Menyalurkan bakat dan minat.
3)      Memberikan pengalaman dan eksploratif.
4)      Mengembangkan dan mendorong motivasi terhadap mata pelajaran.
5)      Mengikat para peserta didik di lembaga pendidikan.
6)      Mengembangkan loyalitas terhadap lembaga pendidikan.
7)      Mengintegrasikan kelompok-kelompok sosial.
8)      Mengembangkan sifat-sifat tertentu.
9)      Memberikan kesempatan pemberian bimbingan dan layanan secara terformat.[36]
h.      Asas Pelaksanaan Ektrakurikuler
1)      Harus dapat meningkatkan pengayaan peserta didik, baik ranah kognitif, afektif maupun psikomotorik.
2)      Memberi tempat serta mendorong penyaluran bakat dan minat peserta didik sehingga mereka terbiasa melakukan kesibukan yang positif.
3)      Adanya perencanaan yang telah diperhitungkan secara matang sehingga tujuan dari ekstrakurikuler dapat tercapai.
4)      Adanya monitoring pelaksanaan kegiatan serta evaluasi program.[37]
i.        Tujuan dan Fungsi Ekstrakurikuler
1)      Meningkatkan pemahaman terhadap agama sehingga mampu mengembangkan dirinya sejalan dengan norma-norma agama dan mampu mengamallkan dalam perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan budaya.
2)      Meningkatkan kemampuan peserta didik sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam semesta.
3)      Menyalurkan dan mengembangkan potensi dan bakat peserta didik agar dapat menjadi manusia yang berkreatifitas tinggi dan penuh karya.
4)      Melatih sikap disiplin, kejujuran, kepercayaan dan tanggung jawab dalam melaksanakan tugas.
5)      Menumbuhkembangkan akhlak Islami yang mengintegrasikan hubungan dengan Allah, Rasul, manusia, alam semesta dan diri sendiri.
6)      Mengembangkan sensitifitas peserta didik dalam melihat persoalan sosial-keagamaan sehingga menjadi insan yang proaktif terhadap permasalahan sosial dan dakwah.
7)      Memberi peluang peserta didik agar memliki kemampuan untuk komunikasi dengan baik, secara verbal dan non verbal.
8)      Melatih kemampuan peserta didik untuk bekerja dengan sebaik-baiknya secara mandiri maupun kelompok.
9)      Menumbuh kembangkan kemampuan peserta didik untuk memecahkan masalah sehari-hari.[38]
j.        Prinsip-prinsip Ekstrakurikuler
       Dengan berpedoman  pada tujuan dan maksud ekstrakurikuler dapat ditetapkan prinsip-prinsip program ekstrakurikuler sebagai berikut:
1)      Semua murid, guru dan personel administrasi hendaknya ikut serta dalam meningkatkan program.
2)      Kerja sama dalam tim adalah fundamental.
3)      Pembatasan-pembatasan untuk partisipasi hendaknya dihindarkan.
4)      Porsesnya adalah lebih penting daripada hasil.
5)      Program hendaknya cukup komprehensif dan seimbang dapat memenuhi kebutuhan dan minat semua siswa.
6)      Program hendaknya memenuhi kebutuhan khusus sekolah.
7)      Program harus dinilai berdasarkan kontribusinya pada nilai-nilai pendidikan di sekolah dan efisiensi pelaksanaannya.
8)      Kegiatan ini hendaknya menyediakan sumber-sumber motivasi yang kaya bagi pengajaran kelas, sebaliknya pengajaran kelas hendaknya juga menyediakan sumber motivasi yang kaya bagi kegiatan murid.
9)      Ekstrakurikuler ini hendaknya dipandang sebagai integral dari keseluruhan program di sekolah, tidak sekedar tambahan atau sebagai kegiatan yang berdiri sendiri.
Dalam usaha membina dan mengembangkan program ekstrakurikuler hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1)      Materi kegiatan yang dapat memberi pengayaan bagi siswa.
2)      Sejauh mungkin tidak terlalu membebani siswa.
3)      Memanfaatkan potensi dalam lingkungan.
4)      Memanfaatkan kegiatan-kegiatan industri dan dunia usaha.[39]
Adapun langkah-langkah pelaksanaan ekstrakurikuler diantaranya adalah:
1)      Ekstrakurikuler yang diberikan kepada siswa secara individual atau kelompok ditetapkan oleh sekolah berdasarkan minat siswa, tersedianya fasilitas yang diperlukan serta adanya guru atau petugas untuk itu, bilamana kegiatan tersebut memerlukannya.
2)      Kegiatan-kegiatan yang direncanakan untuk diberikan kepada siswa telah dipertimbangkan keselamatannya dan kemampuan siswa serta kondisi sosial budaya setempat.
Salah satu ciri yang membedakan ekstrakurikuler dengan kegiatan OSIS adalah dalam hal penilaian. Apabila suatu kegiatan di sekolah dinyatakan sebagai ekstrakurikuler maka peserta kegiatan tersebut berhak mendapat nilai B, C, K yang dinyatakan dalam rapor. Sedangkan peserta kegiatan OSIS tidak memperoleh nilai tersebut.[40]
B.     TELAAH HASIL PENELITIAN TERDAHULU
       Di samping memanfaatkan berbagai teori yang relevan dengan bahasan ini penulis melakukan kajian terhadap penelitian-penelitian terdahulu yang ada relevansinya dengan penelitian ini. Diantaranya adalah:
1.      Penelitian oleh Ahmad Shoin Akromuddin, NIM 3211103036 yang berjudul “Strategi Pondok Psantren Dalam Pembinaan Life Skill (Kecakapan Hidup) Santri Melalui kegiatan Ekstrakurikuler di Pondok Pesantren Panggung Tulungagung” Skripsi tahun 2014.
Dari penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan:
a)    Upaya pembinaan ketrampilan hidup (life skill) santri di pondok pesantren Panggung Tulungagung, yaitu: dengan menggunakan sistem keterpaduan antara ilmu umum dan ilmu agama, supaya bisa meningkatkan pengetahuan dan wawasan santri sebelum terjun ke masyarakat.
b)   Bentuk-bentuk kegiatan pembinaan ketrampilan hidup (life skill) santri di pondok pesantren Panggung Tulungagung, yaitu: Pencak Silat Pagar Nusa, Hadrah, Qiro’at, Pidato, Pembawa Acara (pranoto adicoro), Koperasi Santri.
c)    Faktor pendukung dan penghambat pembinaan ketrampilan hidup (life skill) santri di pondok pesantren Panggung Tulungagung, yaitu: letak Pondok Pesantren Panggung yang bearada di lingkungan perkotaan menjadi salah satu faktor pendukung pembinaan life skill (ketrampilan hidup) santri, selain ada 16 lembaga pendidikan lainnya di lingkungan Pondok Pesantren Panggung yang secara tidak langsung menjadi pendukung keefektifan pembinaan life skill  (ketrampilan hidup) santri. Sedangkan  dalam pengembangan pembinaan life skill (ketrampilan hidup) santri yang berbasis tekhnologi terhambat oleh biaya dan tenaga pengajar.
2.      Penelitian olehMohammad Aminulloh, S.Pd. I. Alumni STAIN Ponorogo Tahun 2011 yang berjudul “peningkatan life skills siswa melalui program pengembangan diri di madrasah aliyah Nurul Mujahidin Mlarak Ponorogo tahun 2010-2011”.
        Dari hasil penelitian tersebut dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu:
a)      Latar belakang diadakannya program pengembangan diri ini adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan potensi, bakat dan minat yang mereka miliki, agar mereka mempunyai keterampilan yang siap pakai di bidangnya masing-masing, sehingga keterampilan tersebut menjadi bekal bagi siswa-siswi dalam terjun ke masyarakat, khususnya bagi mereka yang tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Disamping itu diadakannya program pengembangan diri ini untuk meningkatkan kualitas pendidikan lembaga Madrasah Aliyah Nurul Mujahidin di era globalisasi ini sehingga diharapkan Madrasah Aliyah Nurul Mujahidin dapat bersaing dengan lembaga pendidikan lainnya.
b)      bentuk-bentuk pendidikan keterampilan yang ada di Madrasah Aliyah Nurul Mujahidin adalah keterampilan sablon, bengkel las, komputer, otomotif motor, bordir dan menjahit. Pendidikan keterampilan tersebut termasuk ke dalam program pengembangan diri yang dilaksanakan dengan kerja sama badan usaha yang dilaksanakan di tempat kerja tersebut (magang). Kegiatannya dilaksanakan selama tiga bulan, dibagi kedalam  enam kali pertemuan/tatap muka dalam satu minggu. Masuk siang hari setelah pulang sekolah masuk jam 14.00-1600 WIB. (lebih disesuaikan dengan jam pulang di badan usaha tersebut). Proses penerapannya adalah siswa melakukan kegiatan belajar keterampilan sambil bekerja/praktek (magang), dengan petunjuk para pengelola badan usaha tersebut sebagai tutor/sumber belajar yang sudah terampil dalam pekerjaan tersebut dan dibantu oleh guru pembimbing dari madrasah Nurul Mujahidin. Dalam program pengembangan diri ini terdapat aktualisasi upaya peningkatan life skill siswa, yaitu melalui instrumen-instrumen, situasi, kondisi, kegiatan-kegiatan dan arahan-arahan yang dapat meningkatkan terhadap life skill siswa, khususnya personal skill, sosial skill dan vokasional skill siswa.
c)      hasil dari program pengembangan diri ini adalah diantaranya meningkatkan life skill siswa, personal skill, sosial skill dan vokasional skill siswa. Hal demikian merupakan modal bagi peserta didik untuk dapat mengatasi tantangan dan problem kehidupan yang akan mereka hadapi.
       Dari kedua telaah di atas, terdapat perbedaan dan persamaan dengan penelitian yang akan saya lakukan. Adapun perbedaannya yaitu pada kedua telaah di atas membahas life skill secara umum dan melebar sedangkan penelitian yang akan saya lakukan membahas life skill yang difokuskan pada integrasi pembinaan soft skills dan hard skills. Sedangkan persamaan antara kedua telaah di atas dengan penelitian yang akan saya lakukan yaitu kita sama-sama membahas pembinaan kecakapan atau keterampilan (skill) peserta didik pada sebuah lembaga pendidikan.
VIII.       METODE PENELITIAN
A.    Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah pendekatan penelitian lapangan berupa penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif non statistik. Prosedur penelitian ini menghasilkan data deskriptif, ucapan atau lisan dan perilaku untuk dapat diamati dari orang-orang (subyek) itu sendiri.[41] Setelah diperoleh data berupa data-data lisan kemudian dilakukan pencatatan secara lengkap semua data yang diperoleh dari subyek tersebut. Data-data tersebut selanjutnya dideskripsi.[42]
Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus yaitu penelitian yang bertujuan mempelajari mengenai unit sosial tertentu yang meliputi individu, kelompok, institusi atau masyarakat. Dalam penelitian kasus ini akan dilakukan penggalian data secara mendalam dan menganalisis intensif faktor-faktor yang terlibat di dalamnya.[43]
B.     Kehadiran Peneliti
   Dalam penelitian kualitatif ini, peneliti bertindak sebagai aktor sekaligus pengumpul data. Dalam penelitian kualitatif peneliti adalah instrumen kunci. Berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya. Peran peneliti sebagai partisipan pengamat, dan sebagai pendukung adalah catatan-catatan kecil, buku-buku, kamera, alat perekam dan lain-lain.[44]
Dalam hal ini peneliti terjun langsung ke lokasi penelitian untuk mengumpulkan data-data yang diperoleh, peneliti berpartisipasi untuk mengungkapkan sesuatu yang belum diketahui hingga data tersebut lengkap. Kehadiran peneliti di sini untuk mewawancarai, mengambil dokumentasi dan lain sebagainya untuk memperoleh data yang selengkap-lengkapnya.
C.    Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini bertempat di pondok pesantren Fathul Muna Sambit Ponorogo. Penelitian dilaksanakan berdasarkan penyesuaian dengan topik penelitian yaitu Pola Integrasi Pembinaan soft skills dan hard skills santri dalam kegiatan ekstrakurikuler di pondok pesantren Fathul Muna Sambit Ponorogo.
D.    Sumber Data
Sumber data adalah subyek darimana fakta diperoleh.[45] Sumber data dalam penelitian kualitatif ini adalah kata-kata dan tindakan. Selebihnya adalah data tertulis, foto dan sejenisnya. Yang dimaksud kata-kata adalah perkataan atau tindakan orang yang diamati atau diwawancarai. Data ini direkam melalui catatan tertulis merupakan pelengkap dari metode observasi dan wawancara.[46]
Adapun sumber data di atas mengungkap tentang:
1)      Sumber data utama, yaitu person atau orang berlaku sebagai informan, pengasuh pondok pesantren, ustadz dan ustadzah, staf, alumni dan santri di pondok pesantren Fathul Muna Sambit Ponorogo.
2)      Sumber data tambahan sumber data tertulis yaitu dokumentasi dan semua buku-buku yang relevan.
E.     Teknik Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data pada penelitian kualitatif meliputi wawancara, observasi dan dokumentasi.[47] Teknik ini penting digunakan, sebab bagi peneliti kualitatif, fenomena dapat dimengerti secara baik apabila dilakukan interaksi dengan subyek melalui wawancara mendalam dan observasi mendalam pada latar dimana fenomena tersebut berlangsung. Di samping itu untuk melengkapi data, diperlukan dokumentasi (tentang bahan-bahan yang ditulis atau tentang subyek).[48]
1)      Teknik Wawancara
Wawancara adalah pemberian sejumlah pertanyaan yang dipersiapkan dan diajukan kepada seseorang mengenai topik penelitian secara tatap muka dan peneliti merekam jawaban-jawabannya sendiri.[49]
Menurut Deddy Mulyana wawancara merupakan bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu. Metode ini bertujuan memperoleh bentuk-bentuk informasi tertentu dari semua responden, tetapi susunan kata dan urutanya disesuaikan dengan ciri-ciri setiap responden.[50]
Dalam pelaksanaan pengumpulan data di lapangan, peneliti dapat menggunakan metode wawancara mendalam. Sesuai dengan pengertiannya, wawancara mendalam bersifat terbuka. Pelaksanaan wawancara tidak hanya sekali atau dua kali, melainkan berulang-ulang dengan intensitas yang tinggi. Peneliti tidak hanya ”percaya dengan begitu saja” pada apa yang dikatakan informan, melainkan perlu mengecek dalam kenyataan melalui pengamatan. Itulah sebabnya cek dan ricek dilakukan secara silih berganti dari hasil wawancara ke pengamatan di lapangan, atau informan yang satu ke informan yang lain.[51]
Peneliti harus memiliki konsep yang jelas mengenai hal yang dibutuhkan, kerangka tertulis, daftar pertanyaan, atau daftar check harus tertuang dalam rencana wawancara untuk mencegah kemungkinan mengalami kegagalan memperoleh data. Metode ini digunakan peneliti untuk mewawancarai pengurus pondok pesantren, uztadz/ustadzah, santri lainnya di Pondok Pesantren Fathul Muna Sambit Ponorogo untuk mengetahui hal-hal yang terjadi di dalam pelaksanaan pembelajaran, sehingga mudah memperoleh informasi untuk melengkapi data penelitian.
2)      Observasi Partisipan
Observasi partisipan adalah apabila observator (orang yang melakukan observasi) turut ambil bagian atau berada dalam keadaan obyek yang diobservasi (observees). Observasi ini digunakan dalam penelitian eksploratif.[52] Menurut Ahmad Tanzeh Observasi partisipan adalah sebuah penelitian yang pengumpulan datanya dengan metode observasi berpartisipasi dan bukan menguji hipotesis, melainkan mengembangkan hipotesis. Oleh karena itu, penelitian ini dapat dikatakan sebagai penelitian untuk mengembangkan teori dan karenanya hanya dapat dilakukan oleh peneliti yang menguasai macam-macam teori yang telah ada di bidang yang menjadi perhatiannya.[53]
Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Dengan observasi partisipan ini, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap prilaku yang nampak.[54]
Secara indrawi penulis melaksanakan observasi partisipan terhadap situasi sosial di Pondok Pesantren Fathul Muna Sambit seperti sejarah singkat, visi dan misi, letak geografis, sarana prasarana yang ada, serta hasil dalam melaksanakan integrasi pembinaan soft skills dan hard skills santri dalam kegiatan ekstrakurikuler serta disertai dengan pencatatan.
3)      Dokumentasi
Menurut Arikunto, Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda, dan sebagainya.[55] Dokumen sebagai pengumpulan data adalah setiap pernyataan tertulis yang disusun oleh seseorang atau lembaga untuk keperluan pengujian suatu peristiwa atau menyajikan akunting. Dalam penerapan metode dokumen ini, biasanya peneliti menyusun instrumen dokumentasi dengan menggunakan check list terhadap beberapa variabel yang akan didokumentasikan.[56]
Dokumentasi ini digunakan untuk mendapatkan data dengan menyelidiki dokumen. Dokumen tidak hanya digunakan sebagai bahan penelitian yang bersifat sejarah saja, tetapi juga bisa digunakan pada penelitian yang lain atau yang bersifat masa sekarang.
Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data-data mengenai letak geografis pondok, keadaan Uztadz dan santri,  sarana dan prasarana yang digunakan serta data tentang ekstrakurikuler, Sehingga dapat memberikan data-data yang memudahkan peneliti dalam proses penelitian di pondok pesantren Fathul Muna Sambit Ponorogo.
F.     Teknik Analisis Data
Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan analisa data kualitatif, mengikuti konsep yang diberikan Miles dan Huberman mengemukakan bahwa aktifitas dalam analisa data kualitatif dilakukan secara interaktif, berlangsung dan dilakukan secara terus-menerus pada setiap tahapan penelitian sehingga sampai tuntas dan datanya sampai jenuh. Aktifitas dalam analisis data meliputi reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan (Verivikasi). Adapun langkah-langkah analisanya sebagai berikut:
Pengumpulan Data

Penyajian data

Reduksi data

Penarikan Kesimpulan-kesimpulan (Verivikasi)

Gambar 1.1 Langkah-langkah analisis data

Keterangan:
1.      Analisis data adalah mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain.
2.      Mereduksi adalah merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting dan membuat kategori. Dengan demikian data yang telah direduksi memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya.
Dalam penelitian ini data yang akan direduksi adalah data-data hasil observasi, wawancara serta hasil penelitian yang dilakukan di pondok pesantren Fathul Muna Sambit Ponorogo.
3.      Mendisplay data adalah menyajikan data ke dalam pola yang dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, gafrik, matrik dan lainnya.
Dalam hal ini Miles dan Huberman menyatakan bahwa yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah teks yang bersifat naratif. Dengan mendisplay data, maka akan mepermudah memahami apa yang terjadi dan merencanakan kerja selanjtunya berdasarkan apa yang dipahami tersebut.
4.      Langkah terakhir dalam penelitian ini adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi (konklusi). Yaitu penarikan data yang terus-menerus baik selama maupun sesudah pengumpulan data untuk menarik kesimpulan yang dapat menggambarkan pola yang terjadi.
G.    Pengecekan Keabsahan Temuan
1.      Ketekunan Pengamatan
Ketekunan pengamatan bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci. Hal itu berarti bahwa peneliti hendaknya mengadakan pengamatan dengan teliti dan rinci secara berkesinambungan terhadap faktor-faktor yang menonjol. Kemudian ia menelaahnya secara rinci pada suatu titik sehingga pada pemeriksaan tahap awal tampak salah satu atau seluruh faktor yang ditelaah sudah dipahami dengan cara biasa.[57]
2.      Triangulasi
Keabsahan data penelitian kualitatif dilakukan dengan triangulasi. Teknik triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data dengan memanfatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik ini dapat dicari dengan jalan:
1)      Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
2)      Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dan pribadi.
3)      Membandingkan keadaan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat atau pandangan orang yang berpendidikan tinggi, orang biasa atau pemerintah.
4)      Membandingkan apa yang dikatakan seseorang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu.
5)      Membandingkan hasil wawancara dengan isu suatu dokumen yang berkaitan.[58]
H.    Tahapan-tahapan Penelitian
Adapun tahapan-tahapan dalam melakukan penelitian ada empat tahapan antara lain:
1.      Tahapan Pra Lapangan
Adapun pra lapangan meliputi: menyusun rancangan penelitian, memilih lapangan penelitian, mengurus perizinan, menjajaki dan menilai keadaan lapangan, memilih dan memanfaatkan informan, menyiapkan perlengkapan dan yang menyangkut etika penelitian.
2.      Tahap Pekerjaan Lapangan
Tahap pekerjaan lapangan meliputi: memahami latar penelitian dan persiapan diri, memasuki lapangan dan berperan serta sambil mengumpulkan data.
3.      Tahap Analisa Data
Tahap analisa data meliputi: analisa selama dan setelah pengumpulan data.[59] Dalam tahap ini penulis melakukan analisis terhadap data-data yang telah dikumpulkan dari hasil wawancara, observasi dan dokumentasi.
4.      Tahap Penulisan hasil laporan
Pada tahap ini penulis menuangkan hasil penelitian yang sistematis sehingga dapat dipahami dan diikuti alurnya untuk pembaca.
IX.             SISTEMATIKA PEMBAHASAN
Sebagai gambaran pola pemikiran penulis yang tertuang dalam karya ilmiah ini, maka penulis menyusun sistematika pembahasan yang dibagi dalam enam bab yang masing-masing bab terdiri dari sub-sub yang berkaitan erat dan merupakan kesatuan yang utuh, yaitu:
BAB I:         Pendahuluan. Bab ini berfungsi sebagai gambaran umum untuk memberi pola pemikiran bagi keseluruhan skripsi, yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika pembahasan.
BAB II:        Berisi tentang landasan teori, yakni untuk mengentahkan kerangka acuan teori yang digunakan sebagai landasan dalam melakukan penelitian yaitu tentang pengertian soft skills dan hard skills dan kegiatan ekstrakurikuler.
BAB III:      Metode penelitian, berisi tentang jenis penelitian dan pendekatan yang digunakan, serta metode-metode yang digunakan dalam pengambilan data.
BAB IV:      Temuan penelitian, dalam bab ini berisi tentang paparan data, yang berisi hasil penelitian di lapangan yang terdiri atas gambaran umum lokasi penelitian dan deskripsi data. Gambaran umum lokasi penelitian berbicara tentang pondok pesantren Fathul Muna Sambit Ponorogo yang meliputi: sejarah berdiri, visi dan misi, letak geografis, sarana dan prasarana. Sedangkan deskripsi data yakni tentang pola integrasi pembinaan soft skills dan hard skills santri dalam kegiatan ekstrakurikuler di pondok pesantren Fathul Muna Sambit Ponorogo Tahun Ajaran 2017/2018.
BAB V:        Pembahasan, dalam bab ini berisi tentang pembahasan hasil penelitian yang meliputi temuan-temuan dari hasi penelitian dan analisis dari hasil penelitian yang telah dilakukan, yang berkaitan dengan pola integrasi pembinaan soft skills dan hard skills santri dalam kegiatan ekstrakurikuler di pondok pesantren Fathul Muna Sambit Ponorogo Tahun Ajaran 2017/2018.
BAB VI:      Penutup. Bab ini merupakan bab terakhir dari skripsi yang penulis susun, didalamnya menguraikan tentang kesimpulan sebagai jawaban dari pokok permasalahan dan saran-saran yang terkait dengan hasil penelitian, dan sebagai pelengkap penulisan skripsi ini, penulis melampirkan daftar kepustakaan, daftar riwayat hidup dan lampiran-lampiran.
X.    OUTLINE DAFTAR ISI SEMENTARA
HALAMAN SAMPUL
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING 
HALAMAN PENGESAHAN 
MOTTO 
ABSTRAK 
KATA PENGANTAR 
DAFTAR ISI 
DAFTAR TABEL 
DAFTAR GAMBAR 
DAFTAR LAMPIRAN 
PEDOMAN TRANSLITERASI 
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
B.     dentifikasi dan Pembatasan Masalah
C.     Rumusan Masalah
D.    Tujuan penelitian
E.     Manfaat Penelitian
F.      Sistematika Pembahasan
BAB II
LANDASAN TEORI DAN TELAAH HASIL PENELITIAN TERDAHULU
A.    Landasan Teori
1.      Pembelajaran Terpadu Tipe Integrasi
a.       Pengertian
b.      Tahapan
c.       Kelebihan dan Kekuarangan
2.      Konsep Dasar Soft Skills dan Hard Skills
a.       Pengertian Soft Skills dan Hard Skills
b.      Integrasi Soft Skills dan Hard Skills
3.      Unsur-unsur Soft Skills
4.      Lahirnya Soft Skills
5.      Kegiatan Ekstrakurikuler
a.       Pengertian Kegiatan Ekstrakurikuler
b.      Jenis Ekstrakurikuler
c.       Nilai dan Kegunaan Ekstrakurikuler
d.      Asas Pelaksanaan Ekstrakurikuler
e.       Tujuan dan Fungsi Ekstrakurikuler
f.       Prinsip-prinsip Ekstrakurikuler
B.     Telaah Hasil Penelitian Terdahulu
BAB III
METODE PENELITIAN
A.      Pendekatan dan Jenis Penelitian
B.       Kehadiran Peneliti
C.       Lokasi Penelitian
D.      Sumber Data
E.       Prosedur Pengumpulan Data
F.        Analisis Data
G.      Pejngecekan Keabsahan Temuan
H.      Tahapan-tahapan Penelitian
BAB IV
DESKRIPSI DATA
A.      Deskripsi Data Umum
1.    Sejarah Berdiri Pondok Pesantren Fathul Muna
2.    Visi dan Misi Pondok Pesantren Fathul Muna
3.    Letak Geografis Pondok Pesantren Fathul Muna
4.    Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren Fathul Muna
B.       Deskripsi Data Khusus
BAB V
 ANALISIS DATA TENTANG POLA INTEGRASI PEMBINAAN SOFT SKILLS DAN HARD SKILLS SANTRI DALAM KEGIATAN EKSTRAKURIKULER DI PONDOK PESANTREN FATHUL MUNA SAMBIT PONOROGO TAHUN AJARAN 2017/2018
A.      Analisis pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler yang ada di pondok pesantren Fathul Muna Sambit Ponorogo
B.       Analisis pola integrasi pembinaan soft skills dan hard skills santri di pondok pesantren Fathul Muna Sambit Ponorogo
BAB VI
PENUTUP
A.                 Kesimpulan
B.                 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
SURAT IJIN PENELITIAN
SURAT KETERANGAN TELAH MELAKUKAN PENELITIAN
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN


DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu dan Widodo Supriono.  Psikologi Belajar. Jakarta : PT Rineka Cipta, 2004.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Studi Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka     Cipta, 2006.
Barnawi dan Mohammad Arifin, School Preneurship. 2012.
Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta,   2008.
Bogdan, Robert. Pengantar Metode Penelitian Kualitatif. Surabaya: Usaha Nasional, 1992.
Darnopolii, Muljono. PESANTREN MODERN IMMIM Pencetak Muslim Modern. jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011.
Departemen Agama Republik Indonesia. Kurikulum Madrasah Aliyah, Petunjuk Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1994.
Dimyati, Johni. Pembelajaran Terpadu Untuk Taman Kanak-kanak/Raudhatul Athfal dan Sekolah Dasar. Jakarta: Prenadamedia Group, 2016.
Djaelani,Timur. Peningkatan Mutu Pendidikan Pengembangan Perguruan Agama. Jakarta: Dermaga, 1984.
Elfindri, et al. Soft Skills Untuk Pendidik. Baduose Media, 2010.
Emzir, Metode Penelitian Kualitatif Analisis Data. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011.
Engku, Iskandar dan Siti Zubaidah, Sejarah pendidikan Islami. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014.
Hamalik,Oemar. Administrasi dan Supervisi Pengembangan Kurikulum. Bandung: Mandar Maji, 1992.
Kaswan. 101 Soft skills Unruk Mecapai Puncak Kinerja dan Kepemimpinan. Bandung: Alfabeta, 2016.
Kurniawan, Deni. Pembelajaran Terpadu Tematik (Teori, Praktik dan Penilaian). bandung: Alfabeta, 2014.
Majid, Abdul. Pembelajaran Tematik Terpadu. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014.
Meleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009.
Mulyana, Deddy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004.
Narbuko, Cholid dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara, 2010.
Qomar, Mujamil. Pesantren. jakarta: Erlangga, 2005.
Rianto, Yatim. Metodologi Penelititan Pendidikan. Surabaya: SIC,2008.
Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung:  Alfabeta, 2008.
Sugiyono. Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2011.
Suryosubroto. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002.
Suryosubroto. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009.
Tanzeh, Ahmad. Pengantar Metode Penelitian. Yogyakarta: Teras, 2009.
Tim Penyusun. Buku Pedoman Skripsi STAIN Ponorogo Jurusan Tarbiyah Edisi Revisi. Ponorogo: Jurusan Tarbiyah STAIN Ponorogo, 2016.
Tim Pustaka Yustisia. Panduan Lengkap KTSP. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2007.
Trianto, Model Pembelajaran Terpadu Konsep, Strategi dan Implementasinya Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: PT Bumi Aksara, 2014.
Yasin, A. Fatah. Dimensi-dimensi Pendidikan Islam. Malang: UIN-Malang Press, tt.



[1] Kaswan, 101 Soft skills Unruk Mecapai Puncak Kinerja dan Kepemimpinan (Bandung: Alfabeta, 2016), 4.
[2] Barnawi dan Mohammad Arifin, School Preneurship (2012), 99.
[3] Elfindri, et al., Soft Skills Untuk Pendidik (Baduose Media, 2010), 100.
[4] Muljono Darnopolii, PESANTREN MODERN IMMIM Pencetak Muslim Modern (jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), 57-58.
[5] Mujamil Qomar, Pesantren (jakarta: Erlangga, 2005), 1.
[6] Iskandar Engku dan Siti Zubaidah, Sejarah pendidikan Islami (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014), 173.
[7] A. Fatah Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam (Malang: UIN-Malang Press), 243.
[8] Mujamil Qomar, pesantren, 6.
[9] Muljono Darnopolii, PESANTREN MODERN IMMIM Pencetak Muslim Modern, 58.
[10] Trianto, Model Pembelajaran Terpadu Konsep, Strategi dan Implementasinya Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2014), 43.
[11] Johni Dimyati, Pembelajaran Terpadu Untuk Taman Kanak-kanak/Raudhatul Athfal dan Sekolah Dasar (Jakarta: Prenadamedia Group, 2016), 86.
[12] Abdul Majid, Pembelajaran Tematik Terpadu (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014), 78.
[13] Deni Kurniawan, Pembelajaran Terpadu Tematik (Teori, Praktik dan Penilaian) (bandung: Alfabeta, 2014), 63.
[14] Trianto, Model Pembelajaran Terpadu Konsep, Strategi dan Implementasinya Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), 43.
[15] Ibid., 43.
[16] Ibid., 44.
[17] Trianto, Model Pembelajaran Terpadu Konsep, Strategi dan Implementasinya Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), 45.
[18] Barnawi dan mohammad Arifin, School Preneurship, 99.
[19] Elfindri, et al., Soft Skills Untuk Pendidik, 87.
[20] Kaswan, 101 Soft skills Unruk Mecapai Puncak Kinerja dan Kepemimpinan, 4.
[21] Peggy Klaus dalam Kaswan, 101 Soft skills Unruk Mecapai Puncak Kinerja dan Kepemimpinan, 2.
[22] Elfindri, et al., Soft Skills Untuk Pendidik, 85.
[23] Elfindri, et al., Soft Skills Untuk Pendidik, 87.
[24] Kaswan, 101 Soft skills Unruk Mecapai Puncak Kinerja dan Kepemimpinan, 5.
[25] Kaswan, 101 Soft skills Unruk Mecapai Puncak Kinerja dan Kepemimpinan, 10
[26] Ibid., 17.
[27] Ibid., 18.
[28] Kaswan, 101 Soft skills Unruk Mecapai Puncak Kinerja dan Kepemimpinan, 20.
[29] Elfindri, et al., Soft Skills Untuk Pendidik, 100.
[30] Ibid., 100.
[31] Abu Ahmadi dan Widodo Supriono,  Psikologi Belajar, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 2004), 103.
[32] Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), 271.
[33] Tim Pustaka Yustisia, Panduan Lengkap KTSP. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2007), 213.
[34]  Timur Djaelani, Peningkatan Mutu Pendidikan Pengembangan Perguruan Agama (Jakarta: Dermaga, 1984), 122.
[35] Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009), 288.
[36] Oemar Hamalik, Administrasi dan Supervisi Pengembangan Kurikulum (Bandung: Mandar Maji, 1992), 129.
[37] Departemen Agama Republik Indonesia, Kurikulum Madrasah Aliyah, Petunjuk Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar (Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam 1994), 6.
[38] Departemen Agama Republik Indonesia, Kurikulum Madrasah Aliyah..., 10.
[39] Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, 291.
[40] Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, 292.
[41] Robert Bogdan, Pengantar Metode Penelitian Kualitatif (Surabaya: Usaha Nasional, 1992), 21-22.
[42] Lexy J. Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), 4.
[43] Yatim Rianto, Metodologi Penelititan Pendidikan (Surabaya: SIC,2008), 24.
[44] Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung:  Alfabeta, 2008), 60.
[45] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Studi Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), 114.
[46] Tim Penyusun, Buku Pedoman Skripsi STAIN Ponorogo Jurusan Tarbiyah Edisi Revisi (Ponorogo: Jurusan Tarbiyah STAIN Ponorogo, 2016), 46.
[47] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Studi Pendekatan Praktek, 38.
[48] Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, 72.
[49] Emzir, Metode Penelitian Kualitatif Analisis Data (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), 49.
[50] Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), 180.
[51] Ibid., 100.
[52] Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), 72.
[53] Ahmad Tanzeh, Pengantar Metode Penelitian (Yogyakarta: Teras, 2009), 61.
[54] Sugiyono, Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif Dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2011), 145.
[55] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Studi Pendekatan Praktek, 206.
[56] Ahmad Tanzeh, Pengantar Metode Penelitian, 66.
[57] Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 177.
[58] Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 178.
[59] Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), 84-89.